Surabaya (ANTARA) - Dua orang bersaksi dalam sidang lanjutan perkara penipuan pembangunan infrastruktur pertambangan nikel di Pengadilan Negeri Surabaya, menyatakan terdakwa Christian Halim baru pertama menangani proyek tersebut.
Masing-masing adalah Bimantara dan Indra Alfiandi, yang merupakan teman dekat terdakwa, yang juga diajak dalam proyek pembangunan infrastruktur pertambangan nikel yang berlokasi di Desa Ganda Ganda, Kecamatan Petasia, Kabupaten Marowali Utara, Sulawesi Tengah.
Di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin Tumpal Sagala, S.H, di Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis, saksi Bimantara mengungkapkan kenal terdakwa karena sama sama kuliah di sebuah perguruan tinggi jurusan Teknik Mesin Otomotif.
"Ini merupakan proyek tambang pertama yang dikerjakan terdakwa. Kemudian pada bulan Februari 2020, ada tim kontraktor lain yang didatangkan untuk melakukan kegiatan renovasi infrastruktur yang sebelumnya dikerjakan terdakwa," katanya.
Sedangkan saksi Indra Alfiandi mengungkapkan sebelumnya terdakwa Christian Halim bekerja di bidang persewaan truk dan pengangkutan.
"Saya diajak sebagai konsultan dan kontraktor dalam proyek pertambangan ini. Pada awalnya saya tidak tahu terkait proyek infrastruktur yang dikerjakan terdakwa," ujarnya.
Christian Halim duduk sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Surabaya setelah dilaporkan oleh Christeven Megonoto, yang tak lain adalah salah satu teman kongsinya dalam proyek pembangunan infrastruktur pertambangan nikel tersebut, dengan mendirikan PT Cakra Inti Mineral, sebuah perusahaan penerima hak eksklusif dari PT Trinusa Dharma Utama sebagai pemegang izin usaha pertambangan operasi produksi (IUP OP).
Awal tahun 2019, Christian meyakinkan temannya itu untuk berinvestasi senilai Rp20,5 miliar untuk membangun infrastruktur penunjang kegiatan pertambangan nikel di Marowali Utara, dengan iming-iming bisa menghasilkan tambang nikel sebanyak 100.000 matrik/ton setiap bulannya, yang artinya modal investasi-nya bisa langsung tertutupi dalam sebulan.
Kenyatanya, keuntungan dari hasil tambang nikel yang dijanjikan terdakwa Christian sampai hari ini tidak pernah terealisasi. Dari semula menyatakan mampu menghasilkan 100 ribu matrik perbulan hanya terealisasi 17 ribu matrik.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Novan B. Arianto dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, saat dikonfirmasi usai persidangan, menilai keterangan kedua saksi justru semakin memberatkan terdakwa.
"Keterangan saksi Bimantara yang merupakan teman kuliah terdakwa di jurusan Teknik Mesin Otomotif, menguatkan dakwaan kami bahwa terdakwa Christian Halim bukan seorang ahli di bidang pertambangan," katanya.
Ditunjang oleh keterangan saksi Indra Alfiandi, lanjut JPU Novan, bahwa kegiatan terdakwa sebelumnya hanya seputar kerjasama pengangkutan dan persewaan alat berat.