Surabaya (Antara Jatim) - Gubernur Jawa Timur Soekarwo memastikan tak akan menutup aktivitas yang dilakukan perusahaan pertambangan di Lumajang menyusul insiden di Desa Selok Awar-Awar hingga menyebabkan aktivis antitambang Salim Kancil terbunuh dan seorang rekannya teraniaya.
"Perusahaan berizin tidak mungkin ditutup karena kebutuhan bahan baku untuk pembangunan terus berlangsung," ujarnya kepada wartawan di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Senin.
Sebagai tindak lanjut, pihaknya memastikan mengevaluasi pada perusahaan tambang sekaligus penataannya.
Menurut dia, Pemprov saat ini masih mendata berapa banyak tambang ilegal dan memang harus dilarang, sedangkan tambang yang bisa diurus perizinannya akan diberikan kesempatan saat melakukan perbaikan.
Tidak itu saja, lanjut dia, kepada perusahaan pertambangan disyaratkan bahwa untuk mengurus perizinan tambang baru harus menyertakan deposit anggaran di bank.
"Hal ini untuk mengantisipasi kerusakan alam akibat proses pertambangan, dan deposit dana untuk keperluan reklamasi wilayah tambang," kata Pakde Karwo, sapaan akrabnya.
Terkait upaya penegakan hukum di wilayah pertambangan, mantan Sekdaprov Jatim itu mengaku sudah berkoordinasi dan menggandeng Polda Jatim.
Terlebih, lanjut dia, ada beberapa wilayah tambang ilegal yang tidak akan diberikan rekomendasi menjadi pertambangan legal, khususnya di wilayah Pantai Selatan.
Sementara itu, di sisi lain Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jatim menurunkan tim teknis untuk melakukan evaluasi 61 perusahaan tambang di Lumajang.
"Tim berjumlah 25 personel dan dibentuk sebagai landasan pemerintah untuk melakukan tindakan terkait permasalahan tambang di daerah tersebut," kata Kepala Dinas ESDM Jatim Dewi J Putriatni.
Di bawah kendalinya, ia mengecek langsung kegiatan pertambangan pasir yang izinnya dikeluarkan sejak 2008 sampai 2014, sekaligus memastikan pertambangan yang izinnya masih berlaku dan tidak melanggar ketentuan maka akan kembali diberi izin berproduksi kembali. (*)