Tulungagung (Antara Jatim) - Harga eceran elpiji bersubsidi ukuran tiga kilogram di wilayah Blitar-Tulungagung, Jawa Timur terpantau tembus Rp22 ribu per tabung, diduga akibat kelangkaan barang selama beberapa pekan terakhir.
"Kelangkaan sudah terjadi sejak 1-2 bulan ini. Harganya dua pekan lalu masih di kisaran Rp17 ribu per tabung, kini sudah di atas Rp20 ribuan," ujar salah seorang ibu rumah tangga di Kelurahan Jepun, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, Senin.
Menurut pengakuan pengecer atau pemilik pangkalan elpiji di lingkungan yang sama, kelangkaan terjadi akibat pasokan dari agen ataupun stasiun pengisian dan pengangkutan bulp elpiji (SPPBE) dikurangi.
Di pangkalan milik Sri di Kelurahan Jepun, misalnya, pengiriman elpiji bersubsidi ukuran tiga kilogram hanya 26 tabung dari biasanya bisa mencapai 70 tabung dalam sekali angkut.
Akibatnya, ketersediaan barang tidak sebanding dengan permintaan yang dalam sehari bisa mencapai 30-40 tabung.
"Pangkalan-pangkalan lain informasinya juga mengalami pengurangan sehingga memicu kelangkaan dan melonjaknya harga pembelian," ujar Sri.
Kondisi lebih parah terpantau di Kabupaten Blitar. Pemilik pangkalan bahkan terpaksa membeli ke pangkalan-pangkalan lain yang memiliki pasokan lebih banyak untuk kemudian dijual dengan harga lebih tinggi.
Mata rantai pembelian yang panjang menyebabkan pihak pangkalan memutuskan kenaikan harga penjualan hingga tembus Rp22 ribu per tabung, itupun tetap laku keras karena warga (pasar/konsumen) mengalami kepanikan.
"Harga dari agen sebenarnya tetap, masih di kisaran harga Rp14 ribu per tabung. Namun karena terjadi kelangkaan serta panjangnya mata rantai perdagangan, harga eceran terus melambung hingga kini tembus Rp22 ribu," tutur Iman, pengecer elpiji di Sanankulon, Kabupaten Blitar.
Ia mengatakan, kendati harga terus merangkak naik konsumen tetap melakukan pembelian, sehingga stok elpiji di tingkat pengecer cepat habis dalam hitungan jam.
Seorang konsumen berlatar belakang ibu rumah tangga asal Desa Sumberjo, Kecamatan Sanankulon menduga, salah satu penyebab kelangkaan dipicu oleh banyaknya aktivitas petani yang membajak sawah menggunakan mesin pertanian dengan bahan bakar elpiji.
"Kalau hal semacam ini terus dibiarkan, masyarakat yang dirugikan. Sebab selisih harga pokok dari pertamina dengan eceran sangat jauh. (Selisih) uang Rp8 ribu untuk satu tabung elpiji bersubsidi itu sangat berharga bagi warga," resah Suharti. (*)