Surabaya (Antara Jatim) - USAID Prioritizing Reform, Innovation, and Opportunities for Reaching Indonesias Teachers, Administrators, and Students mengembangkan tiga model supervisi kepala sekolah untuk meningkatkan mutu pembelajaran di kelas.
"Hasil Uji Kompetensi Kepala Sekolah (UKKS) secara nasional yang dilakukan Kemendikbud 2015 menunjukkan dimensi paling rendah ada pada nilai supervisi yaitu 36,45," kata Whole School Development USAID-PRIORITAS Jawa Timur Dyah Haryati Puspitasari di Surabaya, Rabu.
Menurut dia, kunci peningkatan mutu sekolah adalah peningkatan mutu pembelajaran dan usaha untuk melakukan peningkatan mutu pembelajaran terletak pada kepala sekolah dan guru dalam memperbaiki aspek profesionalitas guru.
"Guru memiliki kekuatan dan kelemahan dalam pencapaian kompetensinya. Guru membutuhkan masukan dan dukungan dari kepala sekolah, teman sejawat, dan pihak-pihak terkait untuk meningkatkan profesionalitasnya," katanya.
Sementara itu, kepala sekolah dapat menggunakan hasil supervisi untuk meningkatkan kompetensi guru. Supervisi dapat dilaksanakan melalui supervisi informal, supervisi klinis, penilaian kinerja guru (PK Guru) baik PK Guru formatif maupun PK Guru sumatif.
"Ternyata sebagian besar kepala sekolah selama ini kurang bisa menilai kinerja gurunya, sehingga tidak banyak mengetahui tingkat kemampuan guru dan apa-apa yang dibutuhkan guru untuk meningkatkan kemampuannya," katanya.
Oleh karena itu, USAID-PRIORITAS mengadakan Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Tingkat Provinsi Jatim untuk Modul III Manajemen Sekolah Bagi SD/MI di Malang pada 11-15 September 2015.
Setidaknya, ada tiga tipe penilaian kinerja (supervisi) yang perlu dipertimbangkan untuk dilaksanakan oleh kepala sekolah, diantaranya model blusukan, atau melihat langsung aktivitas guru di kelas/lingkungan sekolah, terutama saat mengajar.
"Blusukan atau managing by walking about (MBWA) artinya mengambil waktu beberapa menit setiap hari untuk berkitar-kitar di area sekolah, bertegur sapa, dan berdiskusi dengan siswa, guru, dan orang tua, serta berkunjung ke kelas secara informal," katanya.
Kepala sekolah hendaknya menjadwalkan blusukan pada waktu yang berbeda setiap hari, termasuk melakukan blusukan saat waktu istirahat, ketika siswa sedang berada di luar kelas, saat jam belajar ketika siswa sedang belajar di kelas, atau saat pagi sebelum jam sekolah atau saat jam pulang sekolah, ketika orang tua sedang berada di sekolah.
"Lakukanlah blusukan 10-15 menit setiap hari, maka sekolah Anda akan tampil beda. Kunjungan harian ke kelas mestinya bukanlah kegiatan 'pengamatan formal'," katanya.
Ia menyatakan kunjungan harian ke kelas ini hendaknya tidak mengganggu kegiatan pembelajaran di kelas, tidak mengganggu guru yang sedang mengajar dan siswa yang sedang belajar.
"Kunjungan harian ke kelas akan bisa memberikan gambaran kepada kepala sekolah apa yang sesungguhnya terjadi di dalam kelas dan bagaimana proses belajar mengajar yang terjadi. Jika ada hal-hal yang perlu untuk ditindaklanjuti, misalnya ada guru yang kesulitan mengatur perilaku anak di kelas, kepala sekolah bisa segera mencari jalan keluarnya," katanya. (*)