Trenggalek (Antara Jatim) - Masyarakat petani di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur menggelar ritual tahunan bersih desa atau "nyadranan" di sebuah cekdam Sungai Bagong, dengan melarung kepala kerbau putih ke dasar sungai, Jumat.
Ritual yang digelar sebelum Shalat Jumat tersebut menarik perhatian masyarakat sekitar, namun tingkat keramaian kunjungan disebut terus menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Pantauan Antara, jumlah warga maupun wisatawan lokal yang menghadiri acara tersebut hanya di kisaran 100-200 orang.
Jumlah itu jauh lebih kecil dibanding ritual yang sama satu dasawarsa lalu dimana tingkat kunjungan warga yang menyaksikan upacara nyadranan Dam Bagong bisa mencapai ribuan orang.
"Dari tahun ke tahun memang terus menurun. Mungkin anggarannya tahun ini sedikit serta tidak ada variasi kegiatan," tutur Muhariyono atau biasa disapa Mbah Bagong, penjaja makanan keliling yang biasa berjualan di tempat itu.
Kendati sepi, kemeriahaan tetap terlihat saat kulit, tulang-belulang, kaki serta kepala kerbau mulai dilempar ke dasar sungai di bawah cekdam.
Sekitar 25 pemuda yang telah bersiap di pinggir sungai sontak mencebur ke dasar sungai untuk berebut kepala kerbau berikut kulit dan tulang-belulang yang dilempar Bupati Mulyadi dari tepi cekdam yang memiliki ketinggian sekitar empat meter tersebut.
Sementara warga yang berada di sekitar sungai bersorak-sorai menyemangati para pemuda yang berebut kepala kerbau sembari mengabadikan moment tersebut menggunakan kamera ataupun ponsel masing-masing.
"Sayang, prosesi pelarungan tidak seperti biasanya. Kalau dulu kepala kerbau berikut tulang-belulang yang dibungkus kulit kerbau dilempar dari tengah aliran cekdam, kini asal dilempar saja dari pinggir sehingga terkesan kurang sakral," ucap Dimas, salah seorang reporter lokal di Trenggalek.
Nyadranan dam bagong itu sendiri merupakan ritual tahunan yang acapkali digelar masyarakat petani di empat kecamatan yang dilalui aliran Sungai Bagong.
Selain melarung sesaji berupa kepala kerbau, ritual adat juga diwarnai kegiatan "nyekar" di makam Raden Menak Sopal yang dalam sejarahnya dikenal sebagai Bupati (Adipati) pertama di Trenggalek.
Ritual itu merupakan wujud rasa syukur masyarakat serta pemerintah setempat atas jasa Adipati Menak Sopal yang berhasil membangun jaringan irigasi Dam Bagong, sehingga bermanfaat cukup besar bagi pertanian di Trenggalek.
"Dampak dari Dam Bagong itu sampai saat ini masih bisa dirasakan, terutama bagi pertanian di wilayah kota, makanya banyak yang menyebut Menak Sopal itu adalah pahlawan pertanian di Kabupaten Trenggalek," kata Kabag Humas dan Protokol Pemkab Trenggalek, Yuli Priyanto.
Kisah Menak Sopal terdiri dari beberapa versi, dari salah satu cerita rakyat, upaya pembangunan Dam Bagong itu merupakan salah satu cara Menak Sopal untuk menyebarkan agama Islam karena pada masa itu, sebagian petani di Trenggalek banyak yang gagal panen akibat kesulitan mendapatkan air.
Melihat peluang itu, Menak Sopal berinisiatif membendung Sungai Bagong, dengan harapan krisis air di Trenggalek dapat teratasi.
"Cara itu ternyata cukup efektif untuk menyebarkan agama Islam dan bisa merangkul seluruh masyarakat. Sedangkan kepala kerbau yang dilempar tersebut sebagai simbol pengganti dari kepala gajah putih, yang pada saat pembangunan dam dipakai sebagai tumbal," ujar Yuli.
Adipati Menak Sopal meninggal pada tahun 1490 Saka atau 1568 Masehi dan dimakamkan di dekat Dam Bagong.(*)
Petani Trenggalek Gelar Ritual "Nyadranan" Dam Bagong
Jumat, 11 September 2015 14:07 WIB
"Sayang, prosesi pelarungan tidak seperti biasanya. Kalau dulu kepala kerbau berikut tulang-belulang yang dibungkus kulit kerbau dilempar dari tengah aliran cekdam, kini asal dilempar saja dari pinggir sehingga terkesan kurang sakral," kata Dimas, salah seorang reporter lokal di Trenggalek.