Surabaya (Antara Jatim) - Tarian tradisional Jepang "Nihon Buyuo" yang sudah ada sejak zaman dahulu menutup acara "Festival Dance" 2015 dengan menampilkan kolaborasi penari negeri matahari terbit itu dan penari lokal Indonesia di Gedung Kesenian "Ciputra Hall Performing Arts Centre" Surabaya, Minggu malam.
"Nihon Buyou merupakan tarian tradisional Jepang, namun kali ini kami menampilkan Nihon Buyou dengan konsep Shin Nihon Buyou yaitu sejenis tarian kontemporer etnis Jepang pada bagian lagu, make up, kostum dan gerakan yang lebih mudah," kata koreografer Ai Project, Hasuda Ai, ketika ditemani oleh tiga penari lokal Indonesia.
Ia mengatakan tarian "Nihon Buyou" dimaksudkan untuk suatu wadah penyatuan hubungan antara Indonesia dengan Jepang dalam bidang budaya khususnya dalam hal tari serta penyatuan dari klub-klub yang sudah didirikan di Indonesia, di antaranya di Padang, Jakarta dan Bandung.
Dalam kesempatan tersebut, festival itu menampilkan 10 institusi tari dari Surabaya, Jakarta, maupun Bali yang menyajikan berbagai genre tari mulai genre tradisional, kontemporer, balet klasik, balet modern, hip hop hingga cramp dance di pagelaran "Dance Festival" 2015 yang bertemakan "The Beauty of Diversity" itu.
Exquisite Dance Community menampilkan pementasan berjudul "We all are Exquisite" yang menceritakan bahwa semua manusia itu berharga di mata Tuhan meskipun terkadang manusia merasa tidak pantas atau minder dalam kehidupan yang bisa menjauhkan dari Tuhan karena manusia sudah ditebus dosa-dosa oleh Tuhan.
Sedangkan Flores Classical Ballet School menyajikan tarian balet berjudul "Dreams-The tale of a little girl and her doll" yang menceritakan seorang gadis kecil yang menginginkan boneka di toko boneka yang terkenal dan terbesar di kota tersebut, sehingga ayah dan ibunya membelikan boneka tersebut untuk menemani anaknya.
Di sisi lain, Indonesia Krump juga menyajikan tarian krump dengan judul "Just Krumpt It!" dengan menggambarkan bahwa semua orang bisa mengenal dan belajar tarian krump tanpa harus berpikir panjang dengan beberapa pikiran yang ada.
Premiere School of Ballet juga menampilkan tarian "La Bayadere" yaitu balet klasik karya koreografer Rusia, Marius Petipa dengan nuansa India yang menceritakan kisah percintaan antara Nikiya, seorang penari kuil dengan Solor, seorang prajurit yang terkenal di seluruh negeri, namun Maharaja negeri sangat mengagumi Solor dan bermaksud ingin menikahkan Solor dengan puterinya, Gamzatti.
Hal yang sama juga ditampilkan dari Surabaya Untuk Bangsa (SUB) menggambarkan rasisme di lingkungan sekitar dengan saling membedakan, menjatuhkan, dan menghina, sehingga ada beberapa orang yang sengaja membangun tembok pemisah satu dengan yang lain dan saling bersaing untuk menonjolkan kelompok yang terbaik, padahal sebuah persatuan dari perbedaan bisa menjadi suatu harmoni dan memiliki dampak kekuatan yang besar.
Selain itu, Studio Tydif Surabaya menampilkan sebuah karya tari Nur Ilahi menggambarkan kehidupan masyarakat Islam pribumi di bumi pertiwi yang berjalan dengan berbagai perbedaan etnis, suku, bangsa namun tetap muncul sebuah kebersamaan dalam toleransi.
Selanjutnya, Universitas Negeri Surabaya (Unesa) juga tidak mau kalah menampilkan suatu pementasan yang menarik dengan judul Sang Kera yang menceritakan bahwa manusia bisa di antara manusia dengan hewan, jika manusia tidak dituntun dengan getaran hati dan nurani, maka kera hadir mengingatkan itu semuanya.
Dewi Ballet Studio juga menyajikan pementasan berjudul Immortal yang menceritakan suatu keabadian yang tidak akan hilang oleh rentang waktu akan menunjukkan suatu kebebasan yang hakiki, tidak terjamah oleh aturan atau dikekang batasan, sehngga perpaduan antara rasa semangat tanpa halangan dan kebebasan tanpa syarat sebagai refleksi kehidupan di dunia.
Sementara itu, Eksotika Karmawibhangga Indonesia (EKI) Dance Company menggambarkan tarian yang terinspirasi dari bermacam-macamnya budaya Jawa dan China peranakan yang pengaruhnya sering diambil dariberbagai budaya yang datang ke Indoensia sejak zaman kuno dan menampilkan gerakan tari Bali tradisional yang eksotis tetapi dilakukan dengan gaya kabaret sehingga estetika Indonesia bisa dinikmati khalayak internasional. (*)