Madiun (Antara Jatim) - Kejaksaan Negeri Majayan, Jawa Timur, belum melakukan penahanan terhadap dua tersangka kasus dugaan pungutan pencairan tunjangan profesi pendidik (TPP) di kalangan guru agama di lingkungan Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Madiun.
Kedua tersangka itu adalah, Muhammad Samsul dan Suprapto yang merupakan pegawai di lingkup Kemenag Kabupaten Madiun.
Kasi Pidsus Kejari Mejayan, Wartajiono Hadi, Jumat, mengatakan, belum ditahannya para tersangka tersebut, karena yang bersangkutan cukup kooperatif dengan proses hukum yang berjalan.
"Selain itu, tersangka juga sudah mengembalikan uang kerugian negara sebesar Rp254,5 juta hasil pungutan TPP para guru," ujar Wartajiono Hadi kepada wartawan.
Penasihat hukum kedua tersangka, Musbahul Huda, mengatakan, pihaknya telah melayangkan surat permohonan ke kejaksaan setempat untuk permohonan tidak ditahannya para kliennya.
"Apalagi, klien kami sudah mengembalikan uang kerugian negara. Selain itu, tersangka juga dijamin oleh istrinya sehingga kejaksaan mengabulkan permohonan tersebut," kata Musbahul Huda.
Pihaknya menjamin kliennya akan taat terhadap proses hukum yang sedang dihadapinya. Para tersangka juga kooperatif dengan petugas kejaksaan yang ada.
Seperti diketahui, pengungkapan kasus dugaan pungutan TPP tersebut bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) unit Tipikor Polres Madiun terhadap oknum pejabat Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Madiun pada awal Februari lalu.
Dalam OTT itu, petugas berhasil mengamankan uang senilai Rp161 juta yang diduga merupakan uang hasil pungutan dari TPP kalangan guru yang ada dibawah naungan Kemenag Kabupaten Madiun selama tahun 2013 hingga tahun 2014.
Uang yang ditarik dari kalangan guru setiap kali pencairan, rata-rata mencapai Rp25.000 hingga Rp30.000 per orang, dengan jumlah sekitar 254 guru yang bertugas di SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA/SMK di lingkungan Kemenang Kabupaten Madiun.
Dalam kasus itu, polisi telah mengamankan sejumlah barang bukti, di antaranya, uang tunai Rp161 juta, juga berbagai dokumen dan arsip penting lainnya.
Keduanya akan dijerat dengan pasal 11, pasal 12 huruf f, pasal 12 b UURI Nomor 31 tahun 1999 yang diubah dengan UURI Nomor 20 tahun 2001 tentang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. (*)