Semarang, (Antara) - Budayawan KH A. Mustofa Bisri yang akrab disapa Gus Mus mengatakan sekarang ini banyak orang yang tidak mengenali kemanusiaannya, terutama yang berada di tataran elite.
"Pimpinan, anggota DPR, semua yang di atas harus jadi manusia dulu," katanya usai dialog kebangsaan bertajuk "Menjadi Orang Indonesia Yang Beragama dan Berbudaya" di Semarang, Kamis (27/8) malam.
Menjadi manusia yang dimaksudkannya adalah mengenali dirinya dengan segala sisi-sisi kemanusiaannya sehingga mampu memanusiakan orang lain dan tidak menganggap dirinya sendiri yang paling benar.
Pengasuh Pondok Pesantren Roudlotut Thalibien Rembang itu mengatakan ada orang yang menganggap manusia adalah yang seperti dirinya sendiri sehingga sama saja menganggap yang lain bukan manusia.
"Banyak yang mengatakan revolusi mental. Lalu apa yang sudah kita lakukan? Mestinya kita harus merevolusi mental seperti apa? Kalau mau berubah harus tahu dulu aslinya seperti apa," katanya.
Mantan Rois Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu mengatakan manusia perlu memahami konsep kehidupan, seperti bagaimana melihat dunia, termasuk di dalamnya kemanusiaan dan ketuhanan.
Menurut Gus Mus, banyak orang yang sekarang ini berebut kekuasaan tetapi justru tidak tahu setelah berkuasa mau berbuat apa, sebab orang-orang seperti itu sebenarnya tidak memahami konsep kehidupan.
Sekarang, orang berebut kekuasaan untuk apa? Setelah berkuasa juga mau apa? Banyak yang mementingkan 'ngrebut' kursinya dulu, baru mikir. Setelah dapat kursinya apa yang mau dilakukan," katanya.
Demikian pula dengan persoalan ketuhanan, Gus Mus mengatakan banyak orang yang merasa mengenal dan ingin menyenangkan Tuhan, tetapi sebenarnya apa yang dilakukan justru tidak mencerminkan sifat-sifat Tuhan.
"Ada semangat mencintai, tetapi tidak disertai semangat pengenalan. Ingin menyenangkan Tuhan, tetapi justru tidak mengenal Tuhan. Merasa selalu benar dan menyalahkan orang lain," katanya.
Manusia, kata Gus Mus, ditunjuk sebagai wakil Tuhan di muka bumi semestinya harus mempunyai sifat-sifat ketuhanan, seperti pengasih dan penyayang, bukan malah saling memusuhi dan bertikai.
"Waktu pertama kali, istri saya membuatkan opor itu ayamnya satu ekor, kelapanya dua buah. Ya, 'kentel' banget. Tidak tahu saya sukanya apa. Semangat mencintai harus disertai semangat pengenalan," katanya, disambut tawa hadirin.
Hadir pada kesempatan itu, Pendeta Petrus Agung, Romo Aloysius Budi P dari Keuskupan Semarang, dan Direktur Utama PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Irwan Hidayat sebagai pembicara. (*)