Surabaya (Antara Jatim) - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Timur mendesak Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya membatalkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol.
"Kami minta raperda itu dibatalkan. Kondisi industri hotel dan restoran masih dalam keadaan sulit. Menurut hemat kami, raperda tersebut akan semakin menambah beban biaya bagi usaha kami," kata Ketua PHRI Jatim, M Sholeh di Surabaya, Minggu.
Menurut dia, pihaknya telah melayangkan surat permintaan pembatalan raperda itu pada Pemkot Surabaya pada 18 Juni 2015 lalu. Dalam surat bernomor 015/B- Pm/BPD-JTM-XIII/06/2015 itu menyebutkan, pihaknya sangat menyesalkan pembahasan raperda tersebut tidak melibatkan PHRI Jatim sebagai asosiasi yang membawahi usaha hotel dan restoran di Surabaya yang merupakan objek dari raperda tersebut.
Sholeh mengatakan dalam raperda ini, bagi hotel dan restoran yang menyediakan minuman beralkohol dikenakan retribusi sebesar Rp150 juta hingga Rp250 juta per tahun.
Selain itu, lanjut dia, pengusaha sudah membayar izin dan pajak minuman beralkohol. Sementara itu, tujuan utama hotel dan restoran menjual minuman beralkohol adalah bukan semata untuk mendapatkan profit, namun lebih untuk memenuhi kebutuhan tamu warganegara asing yang menginap dan wisatawan mancanegara. Sehingga wisatawan asing merasa nyaman dan terpenuhi kebutuhannya.
"Menurut kami raperda ini bertentangan dengan semangat pemerintah untuk mempermudah dan menghilangkan beban biaya dalam berinvestasi," keluh Sholeh.
Sementara itu, Ketua Komisi B DPRD Kota Surabaya, Mazlan Mansur mengaku belum dapat berkomentar banyak mengenai raperda itu. Raperda ini memang masuk dalam program legislasi daerah (prolegda).
Namun sejauh ini, lanjut dia, raperda itu belum dimasukkan Pemkot ke DPRD Kota Surabaya. Jika sudah masuk ke anggota dewan, maka baru akan dibentuk panitia khusus (pansus) yang secara khusus membahas regulasi ini.
"Sebenarnya, PHRI tidak bisa menyatakan menolak raperda ini dengan alasan memberatkan. Di semua daerah, hotel dan restoran juga dikenakan retribusi penjualan minuman beralkohol," katanya.
Ia menambahkan retribusi sebesar Rp150 juta hingga Rp250 juta per tahun yang akan dibebankan pada hotel dan restoran yang menjual minuman beralkohol, bukan angka mutlak. Sebab besaran retribusi itu akan dibicarakan lebih jauh.
Dia memastikan bahwa besaran itu bisa saja lebih rendah karena akan menyesuaikan dengan kemampuan pengusaha yang bersangkutan. Disisi lain, pembahasan raperda ini, selain melibatkan Pemkot dan DPRD, juga akan melibatkan para akademisi serta asosiasi hotel dan restoran.
"Sebelum raperda disahkan menjadi perda kan perlu banyak kajian dan pertimbangan. Yang perlu dipahami adalah, raperda ini untuk penataan dan pengendalian peredaraan minuman beralkohol," katanya. (*)
PHRI Minta Raperda Perizinanan Minuman Beralkohol Dibatalkan
Minggu, 28 Juni 2015 20:06 WIB
Kami minta raperda itu dibatalkan. Kondisi industri hotel dan restoran masih dalam keadaan sulit. Menurut hemat kami, raperda tersebut akan semakin menambah beban biaya bagi usaha kami