Tulungagung (Antara Jatim) - Serapan anggaran pelayanan kesehatan warga miskin yang belum terlindungi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur sampai saat ini masih minim, yakni sekitar Rp400 juta dari alokasi Rp3 miliar.
"(Serapan) Anggaran kesehatan layanan kesehatan warga miskin yang menjadi program 'SahTo' (pasangan pejabat kini, Bupati Syahri Mulyo dan Wakil Bupati Maryoto Bhirowo) sampai saat ini masih minim. Sayang jika fasilitas ini tidak optimal," kata Bupati Tulungagung, Syahri Mulyo di Tulungagung, Jumat.
Ia berharap, sisa anggaran kesehatan untuk perlindungan warga miskin di bidang jasa layanan kesehatan itu bisa terserap habis.
Syahri didampingi wakilnya, Syahri Mulyo, dan Sekda Indra Fauzi mengimbau masyarakat untuk terbuka memberi informasi. Apabila ada temuan warga miskin yang jatuh sakit dan tidak memiliki biaya berobat ataupun menjalani perawatan di RSUD, masyarakat diminta melapor langsung ke dirinya ataupun wabup.
"Silahkan, kami terbuka. Jika memang itu untuk kebaikan masyarakat Tulungagung dan memberi perlindungan kesehatan bagi rakyat yang tidak mampu," ujarnya.
Fasilitas layanan kesehatan gratis untuk warga tidak mampu memang menjadi salah satu program unggulan yang selalu dikampanyekan pasangan SahTo saat maju Pilkada Tulungagung 2013.
Namun setelah keduanya terpilih dan menjabat sebagai pasangan kepala daerah di Kabupaten Tulungagung periode 2013 - 2018, program ala kartu sehat Jokowi itu tidak berjalan optimal.
Menurut informasi, salah satu kendala tidak optimalnya serapan anggaran jaminan kesehatan tersebut karena belum adanya pendataan dan verifikasi terkait warga miskin.
Akibatnya, persyaratan administrasi untuk pengurusan fasilitas layanan kesehatan gratis bagi masyarakat tidak mampu sulit dipenuhi.
Kurangnya sosialisasi ditengarai menjadi faktor lain kurang memasyarakatnya program jaminan sosial kesehatan tersebut ke bawah.
"Banyak sekali warga di daerah pinggiran yang belum terdata. Akibatnya, mau membuat database warga miskin tentu sulit, karena kinerja tim verifikasi juga tidak optimal," kata perangkat Desa Sobontoro, Kecamatan Tulungagung, Bambang.
Berdasar koordinasi dengan jajaran perangkat desa dan kelurahan di tempat lain, Bambang mengungkapkan hal serupa juga terjadi.
Bahkan di daerah pinggiran (pedalaman), tak satu pun petugas verifikasi yang ditunjuk dinas sosial bekerja di lapangan melakukan pendataan, padahal skema survei telah di luncurkan Pemda Tulungagung sejak beberapa bulan lalu.
"Kalau mau program itu (kesehatan) maksimal, ya verifikasi dulu secara detil berapa jumlah warga miskin yang berhak menerima fasilitas layanan kesehatan gratis itu namun belum tercover dalam BPJS ataupun program kesehatan lain dari (pemerintah) pusat," kata Bambang. (*)