Kades Mumbulsari Jember Dituntut 3,5 Tahun Penjara
Sabtu, 9 Mei 2015 19:27 WIB
Jember (Antara Jatim) - Kepala Desa Mumbulsari, Kecamatan Mumbulsari, Kabupaten Jember, Jatim, Suwoto dan Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa setempat Abdul Hadi yang menjadi terdakwa kasus dugaan korupsi rumah tidak layak huni dituntut 3,5 tahun penjara.
Jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jember juga menuntut pidana denda sebesar Rp50 juta atau subsider tiga bulan penjara dan mengganti kerugian negara sebesar Rp120 juta kepada kedua terdakwa dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Surabaya.
"Terdakwa Kades Mumbulsari dan Ketua LPMD dinilai melanggar pasal 3 jo pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata JPU Handoko di Jember, Sabtu.
Menurut dia, kedua terdakwa secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama, sehingga JPU menuntut pidana selama tiga tahun enam bulan penjara kepada masing-masing terdakwa.
Sementara kuasa hukum terdakwa, Eko Imam Wahyudi menilai tuntutan JPU tidak masuk akal dan tidak sah demi hukum berdasarkan fakta-fakta serta bukti di persidangan.
"Surat dakwaan JPU kabur dan tidak seharusnya menjatuhkan tuntutan kepada kedua terdakwa secara bersamaan, sehingga JPU harus membuat tuntutan secara terpisah terhadap kedua terdakwa sesuai fakta," tuturnya.
Menurut dia, pihak yang memiliki tanggung jawab dalam pelaksanaan program rehabilitasi rumah tidak layak huni bukan kepala desa, sehingga seharusnya berkas kasus tersebut dipisah menjadi dua berkas.
"Kami akan mengajukan pembelaan klien saya dan meminta majelis hakim membebaskan terdakwa Kades Suwoto," tukasnya.
Kades Mumbulsari dan Ketua LPMD setempat menjadi terdakwa kasus dugaan korupsi dana APBN 2013 untuk proyek rehabilitasi 50 unit rumah warga tidak layak huni di Desa/Kecamatan Mumbulsari.
Perbuatan kedua terdakwa diduga kuat telah mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp120 juta dari total dana Rp250 juta dengan rincian setiap warga miskin mendapatkan bantuan sebesar Rp5 juta.
Temuan penyidik Kejari di lapangan, setiap penerima bantuan itu hanya mendapatkan bantuan kisaran Rp1,5 juta hingga Rp2 juta per warga, dan keduanya mengalihkan perbaikan untuk rumah warga yang tidak masuk daftar penerima program tersebut.(*)