Organda Tanjung Perak Keluhkan Harga Solar
Sabtu, 28 Maret 2015 17:12 WIB
Surabaya (Antara Jatim) - Organisasi Angkutan Darat (Organda) di Jawa Timur (Jatim) mengeluhkan kebijakan pemerintah tentang penaikan harga baru bahan bakar minyak (BBM) jenis solar menjadi Rp6.900 per liter yang berlaku sejak hari Sabtu (28/3) pukul 00.00 WIB.
"Dengan harga solar sebelumnya saja sebesar Rp6.400 per liter, bisnis kami sudah sulit berkembang mengingat kondisi perekonomian nasional sedang mengalami berbagai gejolak. Kini, harga solar naik dan pemberlakuannya lebih cepat dibandingkan rencana pemerintah pada awal April 2015," kata Ketua Organda Khusus Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Kody Lamahayu, di Surabaya, Sabtu.
Di sisi lain, ungkap dia, pada awal tahun 2015 aktivitas ekspor-impor seperti bongkar muat dan kegiatan lain di pelabuhan masih sepi. Sementara, pada saat ini harga solar naik sehingga diprediksikan margin keuntungan bagi pengusaha truk yang beroperasi di Pelabuhan Tanjung Perak semakin berkurang.
"Bahkan, kami khawatir pada masa mendatang kami bisa mengalami kerugian sangat besar," katanya.
Apalagi, jelas dia, sampai sekarang aktivitas di Pelabuhan Tanjung Perak selalu melibatkan banyak pengusaha di berbagai bidang. Mereka pada umumnya membutuhkan kebijakan yang stabil.
"Seperti kepastian kebijakan dari harga bahan bakar, upah pekerja, hingga nilai tukar rupiah terhadap dolar AS," katanya.
Penyebabnya, tambah dia, saat pihaknya melakukan penawaran kepada klien maka hitungan dari beberapa aspek tersebut sudah dikalkulasi sedemikian rupa. Apabila harga BBM atau kondisi ekonomi tiba-tiba berubah dalam hitungan bulan maka bisa berdampak pada pesanan klien.
"Untuk sekali order, prosesnya memerlukan waktu dua hingga tiga bulan contoh mulai dari kesepakatan hingga pengiriman sampai di tujuan. Nah karena sekarang harga BBM khususnya solar sudah naik, kami tidak bisa apa-apa," katanya.
Meski begitu, minta dia, idealnya perubahan tersebut terjadi satu tahun sekali. Kini dari sekitar 9.000 unit truk yang ada di bawah Organda Khusus Tanjung Perak, sebanyak 4.000 unit di antaranya berhenti beroperasional.
"Akibatnya, pengusaha hanya bisa menentukan penataan jadwal operasional truk, sopir, dan asisten pengemudinya," katanya.
Selain itu, lanjut dia, dari 316 anggota Organda Khusus Tanjung Perak maka hanya 80 persen anggota yang masih beroperasional. Dengan demikian, 20 persen anggota mengalami perkembangan bisnis yang negatif.
"Kabar terakhir yang kami dengar, ada tiga hingga empat perusahaan akan menutup usahanya," katanya.(*)