Budaya Jepang di Mata Mahasiswa Unitomo
Minggu, 8 Maret 2015 8:38 WIB
Berkat kerja keras dalam proses belajarnya di Prodi Sastra Jepang pada Fakultas Sastra di Universitas Dr. Soetomo (Unitomo) Surabaya, tiga mahasiswa dari universitas itu berkesempatan mengunjungi Negeri Sakura.
Tiga mahasiswa Unitomo, yaitu Erlyn Feranti Ang, Sandi Prawito, dan Putri Zizi Yuliana, akhirnya menginjakkan kaki di Jepang setelah meraih beasiswa Program Jenesys 2.0.
Program Jenesys adalah \"Japan-East Asia Network of Exchange for Students and Youth Programme\" untuk belajar kebudayaan di negara Jepang selama seminggu.
\"Sebelum mengikuti tes program Jenesys ini, kami harus mengikuti tes internal di fakultas, seperti TOEFL ala bahasa Jepang,\" ucap Erlyn, mahasiswa sastra penyuka rujak itu, di kampus setempat, 3 Maret lalu.
Tidak hanya itu, peraih beasiswa Jenesys batch ke-12 itu juga bersyukur karena lolos tes yang diselenggarakan oleh Japan International Cooperation Center (JICE) bekerja sama dengan Kedutaan Besar Jepang di Indonesia itu bersama dua rekannya, yakni Sandi dan Putri.
Senada dengan dengan Erlyn dan Putri, Sandi juga mengaku sangat terkesan dengan budaya disiplin di Jepang mulai dari berlalu lintas hingga cara makan.
\"Seminggu di negara Jepang hampir tidak pernah saya dengar bunyi klakson mobil di jalan, ternyata di sana klakson hanya digunakan keadaan yang mendesak saja,\" tutur Sandi.
Pengalaman unik lain dialami Sandy ketika ingin buang air kecil dan masuk ke toilet umum di Jepang yang telah berumur ratusan tahun.
\"Saya bingung karena tidak ada pemisahan ruang toilet untuk pria dan wanita. Uniknya, ada turis wanita yang masuk ke toilet itu hanya untuk berfoto narsis dengan temannya,\" ujarnya tersenyum.
Secara keseluruhan, dia merasa sangat senang karena kunjungan pertamanya ke Jepang itu bukan sekadar jalan-jalan, melainkan juga belajar bahasa dan budaya mereka.
\"Oleh karena itu, banyak manfaat yang bisa saya petik setelah kembal ke Indonesia, bahkan saya makin termotivasi untuk meningkatkan skill berbahasa Jepang,\" katanya.
Ikatan Pemahaman
Data Konsulat Jenderal Jepang untuk Indonesia di Surabaya mencatat sebanyak 130.000 warga Jawa Timur pandai berbahasa Jepang dan berada di urutan kedua terbanyak setelah Jawa Barat.
\"Total di Indonesia ada 800.000 warga yang bisa, dan saya bangga karena di Jatim cukup banyak yang bisa berbahasa Jepang,\" ujar Konsul Jenderal Jepang untuk Indonesia di Surabaya Noburu Nomura saat berpamitan kepada Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf, 3 Maret 2015.
Secara internasional, masyarakat Indonesia yang berminat mempelajari bahasa Jepang relatif cukup banyak dan Indonesia menempati urutan kedua setelah Tiongkok di urutan pertama.
\"Ini menunjukkan masyarakat Indonesia gemar dengan bahasa Jepang, khususnya dari Jatim, apalagi banyak masyarakat Indonesia yang juga mendapat beasiswa dari pemerintah Jepang. Saya lupa jumlah pastinya, tetapi terbanyak dari Universitas Brawijaya Malang,\" katanya.
Tidak hanya beasiswa, Konsulat Jenderal Jepang Surabaya juga menggelar lomba \"Kanji Cup\" sejak 2002. Kegiatan ini bekerja sama dengan Japan Foundation, Persada (Persatuan Alumni dari Jepang), dan International Multicultural Center (IMC).
\"Lomba yang sudah lama dilaksanakan itu merupakan bentuk dukungan bagi para pelajar Indonesia yang belakangan giat mempelajari bahasa Jepang,\" kata Noboru Nomura.
Bahkan, kata Konsul yang segera mengakhiri masa tugas di Surabaya itu, Kanji Cup 2015 relatif sangat istimewa karena ada peserta yang datang dari Bali, Jakarta, Bandung, dan Semarang.
\"Kami berharap kegiatan yang menyenangkan ini akan mendorong \'skill\' mahasiswa dan pelajar, khususnya Jatim, untuk lebih menyukai berbahasa Jepang, terutama dalam menulis Kanji,\" ujarnya.
Lomba Menulis Huruf Kanji Tahun 2015 atau \"Kanji Cup\" ke-13 itu diikuti 204 peserta dari PTN/PTS se-Jawa Bali dan SMA se-Jatim di kampus Unitomo Surabaya (7/3).
Menanggapi berbagai program bahasa dan budaya Jepang itu, Wakil Dekan I Fakultas Sastra Unitomo Cicilia Tanri menilai program beasiswa Jenesys 2.0 yang diterima mahasiswanya itu bukan sekadar memahami bahasa Jepang, melainkan memahami nilai-nilai Jepang.
\"Program yang merupakan bagian dari upaya revitalisasi ekonomi Jepang itu akan meningkatkan kesadaran dan pemahaman antarbangsa, bahkan meletakkan dasar bagi ikatan masa depan kepada para mahasiswa dan pemuda dari Asia/Oceania,\" kata dosen Sastra Jepang itu. (*)