Badrodin Haiti Jenderal Pendiam yang Cerdas
Kamis, 22 Januari 2015 9:55 WIB
Jember (Antara) - Tidak banyak bicara, pendiam, dan sederhana, itulah yang disampaikan keluarga Badrodin Haiti tentang sosok Wakil Kepala Polri yang kini ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai Kapolri.
"Dari delapan bersaudara, hanya Din (panggilan keluarga untuk Badrodin) yang jarang bicara," kata kakak kandung Badrodin, Luqman Haiti di Kabupaten Jember, Jawa Timur.
Meski memiliki jabatan tinggi di institusi Polri, pria kelahiran Desa Paleran, Kecamatan Umbulsari, Kabupaten Jember, pada 24 Juli 1958 tersebut, katanya, tidak pernah menyombongkan jabatannya saat pulang ke kampung halamannya itu.
"Kalau pulang ke rumah, ya tetap baik dengan keluarga dan tetangga seperti dulu, sebelum dia memiliki jabatan tinggi di Polri, jadi tidak ada yang berubah dari Din," tuturnya.
Badrodin merupakan anak keempat dari delapan bersaudara dari pasangan KH. Ahmad Haiti dan Siti Aminah, yakni Siti, Luqman, Muhaimin, Badrodin, Nahrowi, Jamrosi, Ida, dan Mudlika.
Dari delapan bersaudara itu, Badrodin, Jamrosi, dan Mudlika yang tinggal di Jakarta, sedangkan Siti dan Muhaimin tinggal di Blitar, dan saudara lainnya menetap di Jember.
Wakil Kepala Polri asal Jember itu dikenal keluarganya sebagai pria yang bersahaja dan sangat pendiam, sehingga jarang bercerita tentang masalah atau tugas yang diemban sebagai pejabat tinggi di institusi Polri.
"Jika ada masalah, adik sangat jarang bercerita kepada keluarga karena selama bisa melakukan hal itu sendiri, maka tidak akan meminta bantuan pada siapa pun, termasuk keluarga," ucap pensiunan PNS itu.
Almarhumah Siti Aminah, ternyata tidak merestui anaknya masuk pendidikan Akabri untuk menjadi tentara atau polisi karena khawatir Badrodin tidak ada yang merawat saat meninggal pada waktu bertugas.
"Awalnya ibu tidak setuju, sedangkan bapak merestui Din untuk melanjutkan pendidikannya dan masuk Akabri. Namun, lama-kelamaan ibu akhirnya merestui Badrodin menjadi polisi," paparnya.
Ahmad Haiti yang dikenal sebagai ulama di Desa Paleran itu tetap mendorong anak keempat dari delapan bersaudara itu melanjutkan pendidikan anaknya sehingga setelah lulus dari MTs Baitul Arqom Balung dan SMA Muhammadiyah, Badrodin direstui untuk daftar Akabri.
Sebelum berangkat mendaftar, Luqman sempat membelikan adiknya sepatu yang biasa dipakai oleh tentara dan polisi di Pasar Tanjung seharga Rp1.500 pada masa itu.
Badrodin yang dikenal gemar memancing dan makan bakso itu menjadi kebanggaan bagi keluarganya karena jabatan tinggi yang diraih di institusi Polri diyakini keluarga berdasarkan prestasi dan karir, bukan dengan sogokan sejumlah uang.
"Saya yakin adik saya tidak memiliki rekening gendut seperti yang diberitakan sejumlah media karena Din orangnya sederhana, low profile, dan apa adanya," ucap petani sengon itu.
Menurut Luqman, jenderal bintang tiga itu sejak awal dikenal sebagai pribadi yang tidak mudah tersinggung dan sangat cerdas selama menempuh pendidikan.
"Kalau digojloki oleh teman-temannya, hanya mesam-mesem (tersenyum) saja dan tidak pernah tersinggung oleh perkataan teman atau kerabat saat kumpul bersama," katanya.
Ia masih ingat saat Badrodin pulang ke rumah di Paleran, Umbulsari, tidak mau dikawal anggotanya, meskipun saat itu menjadi Kapolda Sumatera Utara.
"Ia terjebak macet di Kecamatan Leces, Kabupaten Probolinggo, karena tidak dikawal anggotanya. Namun ia justru turun dari mobil dan membantu mengatur lalu lintas di jalan Leces itu, sehingga sampai di rumah dini hari," kenangnya.
Badrodin pulang ke Desa Paleran saat pemakaman bapaknya pada 10 Maret 2014 dan saat itu sudah menjabat sebagai Wakapolri mendampingi Jenderal Sutarman.
"Terakhir, Din pulang ke rumah saat pemakaman bapak dan setelah itu belum ke Jember, namun keluarga bisa memaklumi tugasnya yang cukup berat di Polri," katanya.
Pihak keluarga di Jember, lanjut dia, kaget dan senang saat Presiden Jokowi menunjuk adiknya sebagai pelaksana dari tugas Kapolri, menggantikan Jenderal Sutarman.
"Kami melihat itu dari televisi dan tidak diberitahu secara langsung oleh Badrodin. Bahkan beberapa tetangga sempat memberikan ucapan selamat kepada kami di Desa Paleran karena mereka bangga warga desa bisa menjadi orang nomor satu di Polri," ucap Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah di Paleran, Umbulsari, itu.
Ia menjelaskan, keluarga tidak menyangka adiknya akan menduduki tinggi di Polri karena sebelumnya menjabat sebagai Wakapolri, namun rasa bangga dan senang atas jabatan Badrodin diyakini karena prestasinya.
"Kami sekeluarga berharap yang terbaik untuk Din, kalau Allah SWT berkehendak menjadikan adik saya sebagai Kapolri atau tidak, ya memang itu yang terbaik bagi adik saya karena jabatan hanyalah titipan semata. Pihak keluarga tidak pernah berharap Din memiliki jabatan tinggi dan kalau itu terjadi, maka sudah kehendak Allah SWT," ujarnya.
Keponakan Komjen Badrodin, AKP Miftahul Huda mengatakan pamannya itu lahir dari kalangan keluarga yang sangat sederhana dan memegang teguh ajaran agama Islam karena kedua orang tuanya merupakan tokoh agama di Desa Paleran.
"Saya selalu ingat, Komjen Badrodin memegang teguh prinsipnya yakni sabar dan ikhlas dalam pekerjaan karena didikan bapak dan ibunya sebagai guru ngaji di Paleran," tuturnya.
Di rumah sederhana dengan sebuah langgar (musala) dalam lingkup keluarga yang agamis dan fanatik itu, mantan Kapolda Jatim tersebut selalu menjadi inspirasi bagi keluarga, kerabat, dan tetangganya yang sukses memiliki jabatan tinggi di tubuh Polri melalui sejumlah prestasi.
Selalu Berprestasi
Badrodin merupakan lulusan terbaik peraih Adhi Makayasa di Akabri Kepolisian tahun 1982, kemudian lulusan terbaik dengan penghargaan "Adhi Wira" di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) tahun 1989, lulusan Sekolah Staf Pimpinan (Sespim) Polri Angkatan XXXIII Tahun 1998. Ia kemudian membuktikan prestasinya lagi dengan mendapatkan penghargaan "Wibawa Seroja Nugraha" sebagai lulusan terbaik di Lemhanas KRA 36 Tahun 2003.
Selanjutnya ia mengikuti kursus di luar negeri "The 3D Internasional Police Cooperation on Criminal Investigation" di Jepang tahun 2006 dan kursus ini bermanfaat menambah wawasan juga menambah jaringan kerja sama kepolisian internasional.
Kecerdasan Badrodin itu ditunjukkan sejak kecil selama menempuh pendidikan di SDN Paleran 1, namun kelas 6 pindah sekolah di Blitar karena ikut kakaknya, kemudian setelah lulus SD, ia kembali ke Jember dengan menempuh pendidikan MTs Baitul Arqom Kecamatan Balung, dilanjutkan SMA Muhammadiyah Rambipuji dan pindah ke SMA Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Jember.
"Badrodin selalu berprestasi dengan nilai yang sangat memuaskan sejak SD dan semua temannya mengakui kecerdasannya," kata teman akrabnya semasa kecil, Poniran, yang juga tetangganya di Desa Paleran.
Menurutnya, kedua orang tua Badrodin dalam memberikan asuhan dan pendidikan kepada delapan anaknya menjadi tauladan bagi warga Desa Paleran karena kedua orang tuanya juga merupakan tokoh agama yang disegani di desa setempat.
"Pak Kiai Ahmad Haiti dan Bu Nyai selama hidupnya hanya mengurusi orang ngaji, memberikan ceramah, dan mendidik anak dengan baik, sehingga wajar semua anak-anaknya berprestasi," tuturnya.
Meski memiliki delapan anak, almarhumah Siti Aminah membesarkan anak-anaknya seorang diri, tanpa bantuan pembantu dan memberikan pendidikan agama yang terbaik bagi kedelapan putra-putrinya.
"Badrodin dan saya dulu juga ngaji ke Pak Kiai Ahmad Haiti dan memang orangnya sangat sederhana dan pandai, sehingga sifat itu diturunkan kepada anak-anaknya termasuk Badrodin yang kini menjabat di Plri," ucap petani jeruk itu.
Warga Desa Paleran, lanjutnya, tidak terlalu kaget dengan jabatan tinggi yang diraih oleh suami Tedjaningsih Haiti itu karena sejak kecil memang sikap tegas dan jiwa kepemimpinan sudah terlihat.
"Kami juga ikut senang mendengar kabar Din menduduki jabatan Plt Kapolri dan saat pulang ke rumah Paleran, ia juga selalu bersikap ramah dan tidak mentang-mentang punya jabatan tinggi, namun memang orangnya agak pendiam," papar bapak dua anak itu.
Beberapa tetangga, lanjut dia, memberikan ucapan selamat kepada keluarga Luqman Haiti di Paleran yang merupakan kakak kandung Badrodin Haiti atas jabatan baru adiknya itu.
Keluarga yang bersahaja dan hidup secara sederhana tetap ditunjukkan oleh Badrodin dan ketujuh saudaranya, bahkan sejumlah perwira polisi saat hadir pada pemakaman bapaknya pada Maret 2014, seakan tidak percaya rumah sederhana dan bangunan tua itu rumah Wakapolri.
"Awalnya saya tidak percaya kalau itu rumahnya Pak Komjen Badrodin karena bangunannya sudah tua dan sangat sederhana sekali. Banyak polisi yang kaget dan seakan tidak percaya karena rumahnya biasa seperti penduduk desa setempat," kata salah seorang anggota Polres Jember yang enggan disebut namanya.
Juru Damai Poso
Sebelum menjabat Wakapolri, Badrodin memulai karir di kepolisian setelah menyelesaikan pendidikan di Akademi Kepolisian pada tahun 1982.
Jabatan pertama yang diemban bapak dua anak itu adalah Danton Sabhara Dit Samapta Polda Metro Jaya pada tahun 1982 dengan pangkat inspektur dua (Ipda).
Setahun kemudian, ia ditugaskan menjadi Kasubro Ops Polres Metro Depok Polda Metro Jaya dan pada tahun yang sama dimutasi menjadi Kapolsek Pancoran Mas Polres Metro Depok, Polda Metro Jaya.
Pada tahun 1984, Badrodin Haiti dilantik menjadi Inspektur Satu (Iptu) dan pada tahun yang sama dipindahtugaskan menjadi Kabin Info PPKO Polda Metro Jaya. Jabatan Iptu Badrodin Haiti ini bertahan selama tiga tahun, sampai tahun 1987.
Tahun 1985, ia diangkat sebagai Kabag Min Polres Aileu Polwil Timor Timur dan jabatan itu bertahan selama lima tahun dan pada tahun 1990 ia kembali ke wilayah Polda Metro Jaya sebagai Kasat Serse Polres Metro Bekasi.
Pada tahun 1993 kariernya kembali menanjak. Ia diangkat menjadi Kapolsek Metro Sawah Besar, Polres Jakarta Pusat, dengan pangkat Komisaris Polisi. Setelah itu, secara berturut-turut ia diangkat menjadi Kasat Serse Polres Metro Jakarta Barat dan Wakapolres Metro Jakarta Timur.
Kemudian, selama tiga tahun berikutnya Badrodin ditarik ke Mabes Polri dan diangkat sebagai perwira menengah dan kembali terjun ke lapangan saat dimutasi sebagai Kapolres Probolinggo, Polwil Malang, Polda Jatim, pada 1999.
Jabatan sebagai perwira menengah itu ia jalani hingga lima tahun ke depan. Ia baru diangkat menjadi jenderal bintang satu saat menjabat sebagai Kapolda Banten pada 2004.
Jabatan Kapolda Banten itu hanya berjalan selama satu tahun, sebelum akhirnya ia kembali dimutasi sebagai Seslem Lemdiklat Polri pada 2005.
Pada 2006, ia menggantikan posisi Oegroseno sebagai Kapolda Sulawesi Tengah dengan memiliki tugas yang cukup berat di daerah konflik yakni Kabupaten Poso.
Badrodin selalu melakukan blusukan di daerah konflik tersebut dan memilih berkantor di Polres Poso daripada di balik meja kantornya di Polda Sulawesi Tengah di Palu.
Keputusan untuk blusukan dan berkantor di Polres Poso dinilai sejumlah pihak sebagai keputusan yang tepat untuk menuntaskan konflik dan tindak kekerasan di Tanah Sintuvu Maroso.
Selama tiga tahun menjabat Kapolda Sulawesi Tengah (2006-2008), Badrodin dengan semangat dan tekadnya untuk menciptakan perdamaian, akhirnya situasi keamanan dan ketertiban di Kabupaten Poso yang dilanda konflik dan tindak kekerasan berakhir sudah.
Keberhasilan Brigjen Polisi Badrodin Haiti menciptakan rasa damai di Tanah Sintuvu Maroso Poso disebut dalam buku biografi pengalamannya mengamankan Poso yang berjudul "Tangan Dingin Jenderal, Poso Damai".
Rakyat di Kabupaten Poso yang tadinya pesimistis akan tugas Polri dalam mengamankan konflik dan tindak kekerasan di Poso, berubah dengan muncul rasa optimistis setelah melihat kenyataan atas kinerja Polri yang dikomandoi oleh Brigjen Badrodin saat itu.
Rasa aman yang telah tercipta di Poso juga ditandai dengan kunjungan Presiden SBY dan Ibu Ani Yudhoyono pada tanggal 29 April 2007 dalam kunjungan ke Palu Sulawesi Tengah selama dua hari.
Setelah sukses menciptakan rasa aman di Poso, Badrodin kemudian ditarik ke Mabes Polri pada 2008 untuk menduduki jabatan sebagai Direktur I Bareskrim Polri.
Namun, jabatan itu hanya didudukinya selama satu tahun, sebelum ia diangkat menjadi Kapolda Sumatera Utara pada 2009 dengan pangkat baru yakni Inspektur Jenderal (Irjen) Pol dan setahun kemudian ditarik lagi ke Mabes Polri dengan jabatan Kepala Divisi Hukum Polri.
Pada saat itu, tahun 2010, nama Badrodin kembali mencuat saat isu rekening gendung muncul ke publik dan Indonesia Corruption Watch (ICW) memiliki catatan sebanyak 17 rekening yang diduga milik sejumlah petinggi Polri, termasuk nama Badrodin.
Tahun 2011, ia dimutasi menjadi Kapolda Jatim dan jabatan tersebut bertahan beberapa bulan saja karena ia dimutasi menjadi staf ahli Kapolri.
Setahun kemudian, ia kembali dimutasi menjadi Asisten Operasi Kapolri dan kemudian pada Juli 2013, Badrodin ditunjuk menjadi Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan (Kabaharkam) Mabes Polri untuk menggantikan Komjen Pol Oegroseno yang menduduki jabatan Wakapolri.
Pada akhir Februari 2014, Jenderal Sutarman menunjuk Badrodin sebagai Wakapolri menggantikan Komjen Oegroseno yang memasuki masa pensiun.
Masyarakat berharap Presiden Jokowi menunjuk orang yang tepat untuk menduduki jabatan Kapolri definitif karena kesalahan menempatkan orang dapat memengaruhi citra dan kepercayaan masyarakat di tubuh Polri.
"Menurut saya rekam jejak Komjen Badrodin Haiti yang menjadi juru damai di Kabupaten Poso bisa menjadi pertimbangan presiden untuk menggantikan Budi Gunawan," kata pengamat politik Universtas Jember Joko Susilo. (*)