Wisata "off road" Merapi yang Mengasyikan
Jumat, 16 Januari 2015 11:01 WIB
Sleman (Antara Jatim) - Sejumlah wisatawan domestik (wisdom), pagi itu, tidak terpengaruh dengan hujan rintik-rintik yang membasahi kawasan Gunung Merapi Kabupaten, Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Bahkan, di antaranya, juga ada wisatawan manca negara (wisman), yang datang ke lokasi bekas erupsi di bekas kediaman Mbah Maridjan di Desa Kinahrejo, Kecamatan Cangkringan, dengan berjalan kaki atau naik sepeda motor ojek.
"Saya kedua kalinya datang ke tempat ini. Pertama kali belum ada ojek, sehingga saya harus berjalan kali sekitar satu kilometer dari tempat pemberhentian kendaraan bermotor roda empat," jelas seorang warga Klaten yang menetap di Bekasi, Jawa Barat, Tantri Herawati, akhir Desember 2014 lalu.
Namun, Tantri yang datang bersama dengan keluarganya juga kerabatnya, asal Bojonegoro, Jawa Timur, kali ini datang kekediaman Mbah Mardijan dengan naik sepeda motor sewaan yang dikelola warga setempat.
Ia bersama keluarganya juga kerabatnya yang datang dengan kendaraan roda empat berhenti di pos pemberhentian di Desa Umbulharjo, juga di Kecamatan Cangkringan.
Tidak jauh dari lokasi pemberhentian yang pertama, dengan jarak sekitar 500 meter di atasnya juga terdapat lokasi parkir, yang dipenuhi pedagang yang menjual berbagai aneka cendera mata, juga makanan.
"Tidak setiap hari saya datang kesini. Hanya kadang-kadang, sebab ada keperluan menjenguk anak saya yang berjualan cendera mata," jelas Mbak Maridjan Putri, kepada sejumlah ibu-ibu yang mengerumuni.
Kedatangan Mbak Maridjan Putri ke lokasi kediamannya di Desa Kinahrejo, Kecamatan Cangkringan, yang jaraknya berkisar 1,5 kilometer dari lokasi parkir tidak disia-siakan sejumlah wisdom, terutama ibu-ibu untuk berfoto bersama.
"Ya ini dulu rumah saya," ucapnya, seraya menunjuk sebuah rumah yang sudah luluh lantak.
Di lokasi kediaman Mbah Maridjan tersebut, baik wisdom maupun wisman bisa melihat bekas-bekas kedahsyatan erupsi Merapi, mulai kendaraan bermotor roda empat hangus yang dimanfaatkan sejumlah wartawan untuk menjemput Mbah Maridjan.
Selain juga bekas rumah Mbah Maridjan dan perabotannya yang berantakan hangus terbakar, masih bisa dilihat seperti kursi, almari, juga yang lainnya.
Di lokasi kawasan di sekitar kediaman Mbah Maridjan, saat ini sudah dilengkapi dengan sebuah bangunan "joglo" yang bisa dimanfaatkan istirahat wisatawan, termasuk toko yang ditunggui putri Mbah Maridjan yang menjual berbagai aneka cendera mata.
"off Road Hartop"
Tidak puas dengan melihat lokasi bekas kediaman Mbak Maridjan, Tantri Herawati dengan keluarganya mencoba menikmati wisata "off road", menyusuri kawasan Gunung Merapi, dengan kendaraan "hartop".
Seperti dijelaskan Bagian Pemasaran Wisata "off Road" Merapi Wiwik Setiyawati,bahwa wisata "off road" dengan kendaraan jip atau hartop untuk melihat sejumlah obyek bekas erupsi Merapi, tarifnya berkisar Rp350 ribu-Rp450 ribu/sekali jalan.
Wiwik hanya menjawab dengan senyuman ketika ditanya apakah tidak ada korting tarif "off road" ketika Gunung Merapi tidak terlihat, disebabkan tertutup awan?
Wisatawan bisa menikmati rute pendek, sedang dan panjang, bahkan rute menikmati terbitnya matahari pagi hari di lereng Gunung Merapi, mirip wisata Gunung Bromo di Jawa Timur.
Rata-rata perjalanan "off road" berkisar 2-3 jam, dengan jarak tempuh berkisar 5-6 kilometer, melewati sejumlah obyek yang semuanya merupakan rangkaian erupsi Gunung Merapi.
Rute "off road" berawal dari melewati pemakaman umum yang menjadi tempat lokasi warga yang meninggal ketika Merapi meletus, Musium Beneng di Desa Kinahrejo, yang juga berisi pemukiman warga dengan perabotannya yang tergilas erupsi Merapi.
Di lokasi Musium Beneng, juga bisa dilihat abu bekas erupsi Merapi yang masih tersisa di sebuah kamar rumah warga, juga berbagai perabotan rumah tangga, seperti gelas, piring yang "mblonyoh" (leleh), akibat panasnya erupsi Merapi.
Perjalanan "off road" juga berhenti di batu besar yang diberi nama Alien, melewati Kali Opak, yang menjadi tempat mengalirnya lahar Gunung Merapi dan lokasi bungker yang hanya berjarak sekitar 2 kilometer dari kawah Merapi.
Di bungker itu, kata Tantri, ada dua orang yang meninggal dunia, salah satunya wartawan bersamaan dengan terjadinya erupsi Merapi.
Bahkan, sepanjang perjalanan rute "off road" juga bisa dilihat kendaraan wisatawan yang terperosok, di jalanan yang lebih mirip kubangan kerbau."Perjalanan 'off road", rasanya ngeri-ngeri asyik," ujar Talitha, warga Bojonegoro, yang mengikuti perjalanan "off road".
Tapi, wisatawan tidak perlu khawatir, sebab warga pengelola "off road" sudah memiliki regu penyelamat yang dengan cepat datang untuk memberikan pertolongan, baik mengamankan kendaraan atau mengganti wisatawan dengan kendaraan lainnya.
"Saya memilih kendaraan hardtop, sebab lebih aman, dibandingkan dengan kendaraan jeep," ujar Kukus, suami Tantri Herawati, menambahkan.
Meski hujan mengguyur menelusuri bekas kedahsyatan erupsi Merapi tetap memiliki keasyikan tersendiri.
"Kalau musim kemarau harus memakai penutup mulut, sebab sepanjang perjalanan berdebu," ucap Kukus.
Menurut pengemudi hartop asal Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Derril, jumlah kendaraan "off road" berupa hartop dan jip, mencapai 200 kendaraan milik warga dua desa di Kecamatan Cangkringan, yang masuk daerah terdampak erupsi Merapi.
"Warga bisa memperoleh dan memiliki hartop atau jip yang harganya berkisar Rp50 juta-Rp60 juta dengan cara patungan lima sampai enam warga," jelas dia.
Ia menyebutkan jumlah wisatawan ketika liburan, seperti liburan sekolah menjelang akhir Desember 2014, mencapai ribuan yang datang dari berbagai daerah di Indonesia.
"Kalau hari normal jumlah pengunjung ya ratusan," jelas Derril.
Menjawab pertanyaan, ia menjelaskan jalan sepanjang rute "off road" memang dibiarkan rusak, agar tidak bisa dilewati pengunjung dengan memanfaatkan kendaraan roda empat.
"Kalau kendaraan pengunjung bisa melewati rute off road bisa mematikan penghasilan warga," tandasnya.
Keindahan obyek wisata Gunung Merapi juga bisa dinikmati dari lokasi Candi Boko, yang jaraknya sekitar 30 kilometer dari kawasan Gunung Merapi. Di kawasan Candi Boko, pengunjung bisa melihat keelokan Candi Prambanan dan kegagahan Gunung Merapi, yang
memberikan gambaran kekayaan khasanah budaya bangsa Indonesia.
"Di Klaten banyak obyek wisata yang menarik, yang standarnya tidak hanya nasional, tapi Internasinal," ucap Kukus, menegaskan.
"Bagi wisatawan juga bisa membeli kuliner bak pia langsung di tempat pembuatannya di Desa Sindumartani, Kecamatan Ngemplak," ucap Tantri.(*)