DPRD Surabaya Minta Tenaga Honorer Tak Resah
Rabu, 5 November 2014 23:13 WIB
Surabaya (Antara Jatim) - Badan Kepegawaian dan Dilkat (BKD) DPRD Kota Surabaya minta semua tenaga honoror tidak resah menyusul rencana pemerintah pusat untuk tidak melakukan rekrutmen pegawai negeri sipil (PNS) hingga 5 tahun ke depan.
Kepala Badan Kepegawaian dan Diklat Kota Surabaya, Mia Santi Dewi, di Surabaya, Rabu, mengatakan hororer di lingkungan Pemkot Surabaya tak perlu resah karena morotarium itu masih rencana dan belum menjadi kebijakan.
"Para hororer jangan pesimis terhadap berita tersebut. Sampai sekarang pemerintah pusat belum melakukannya. Jadi tetap bekerja dan berharap tahun depan tetap ada penerimaan CPS," kata Mia.
Ia menambahkan moratorium penerimaan PNS sendiri pernah dilakukan oleh pemerintahan sebelumnya. Namun hanya bertahan setahun saja, karena tahun berikutnya dilakukan penerimaan PNS, meski tidak semua daerah mendapatkan jatah penerimaan PNS.
"Artinya masih ada harapan untuk menjadi PNS," katanya.
Di sisi lain lain, Pemkot Surabaya sendiri masih kekurangan pegawai sebab jumlah PNS yang pensiun setiap tahunnya cukup besar. Tahun 2013, pegawai yang pensiun sebanyak 900 orang.
Sedangkan tahun ini jumlah pegawai yang pensiun turun separuhnya mencapai 500 orang. Penurunan jumlah ini karena ada penambahan batas usia pensiun pegawai dari 56 tahun menjadi 58 tahun.
Namun jumlah pegawai yang memasuki usia pensiun pada 2015 akan kembali normal jumlahnya alias lebih banyak dari yang pensiun tahun ini mencapai sekitar 800-900 orang.
Melihat banyaknya pegawai yang pensiun setiap tahunnya, Pemkot Surabaya tetap membutuhkan pegawai baru sebagai penggantinya karena tidak mungkin tempat yang ditinggalkan PNS yang pensiun dibiarkan kosong begitu saja. Pegawai yang pensiun juga tak bisa begitu saja digantikan pegawai yang ada karena keahliannya tak sama.
Salah seorang tenaga honorer yang namanya enggan ditulis mengatakan rencana moratorium ini membuatnya resah dan kecewa karena mereka sudah cukup lama mengabdikan diri sebagai tenaga hororer dengan harapan bisa menjadi PNS di sesuatu hari kelak.
"Ketika mendengar rencana moratorium ini, saya langsung lemas. Bayangkan saja, orang menjadi tenaga hororer ini pasti memiliki cita-cita menjadi PNS. Kalau kemudian tidak ada penerimaan PNS, masak kami harus menjadi tenaga honorer selamanya," katanya.
Ia meminta agar kebijakan tersebut tak diterapkan karena bisa membuat tenaga honorer kecewa berat. Apalagi selama ini, mereka sudah melakukan pengabdian yang cukup lama di instansti tertentu.
"Seharusnya pemerintah tetap melakukan rekrutmen PNS, tapi yang diutamakan bagi
tenaga honorer saja. Masak pemerintah tidak memperhatikan nasib honorer," katanya. (*)