Habib Rizieq: Demo Anti-FPI Itu Bagian Demokrasi
Selasa, 28 Oktober 2014 17:36 WIB
Tulungagung (Antara Jatim) - Imam besar Front Pembela Islam (FPI), DR Al-Habib Muhammad Rizieq, menilai demonstrasi (demo) anti-FPI itu merupakan bagian dari demokrasi yang harus disikapi secara objektif.
"Saya sudah terbiasa dengan gerakan anti-FPI yang menolak kedatangan saya ke daerah-daerah di Indonesia, termasuk Tulungagung. Jadi, saya ini tidak kaget ada yang nolak kalau saya datang ke daerah-daerah," katanya setelah menyampaikan tausiah dalam Halaqoh Aswaja di Gedung Balai Rakyat, Tulungagung, Jatim, Selasa.
Dalam konteks Tulungagung, tokoh FPI yang dikenal keras dan vokal ini balik bertanya kepada awak media karena dianggap lebih tahu tipologi masyarakat yang melakukan aksi massa menentang kehadirannya maupun deklarasi FPI di Kota Marmer.
"Anda-anda sebagai media di daerah lebih tahu, apakah mereka yang nolak itu golongan germo, pelaku prostitusi, preman, pemilik kafe, atau bahkan kelompok non-Muslim," katanya.
Rizieq berdalih selama aksi penolakan yang dilakukan sekelompok masyarakat itu dilakukan secara prosedural dan beralasan, maka tindakan mereka bisa dia pahami sebagai bagian dari demokratisasi.
Namun dalam kesempatan itu, ia juga mengingatkan pada media untuk bersikap proporsional dan obyektif dalam memberitakan isu FPI.
Tidak hanya sebatas memberitakan aksi penolakan maupun kritik yang dialamatkan ke ormas FPI, tetapi juga menyampaikan fakta kepada publik bahwa kehadiran mereka diterima oleh sebagian umat lain, yang jumlahnya tak kalah banyak dibanding massa yang menentang.
"FPI memiliki standar prosedur perjuangan dan tidak asal berbuat anarkis. Ada sekian tahapan gerakan dalam rangka amar makruf nahi munkar yang kami berlakukan, mulai dari menerima laporan, investigasi, dakwah, hingga gerakan nonligitasi, termasuk melalui unjuk rasa," jelasnya.
Ia membantah bahwa ormas yang dipimpinnya itu selalu menggunakan pendekatan kekerasan. "Itu karena semua ada tahapan prosedur perjuangannya," tegas Rizieq dalam halaqoh bertema "Harmonisasi Kesatuan Umat Penuh Rohmat" yang digelar FPI Tulungagung itu.
Acara yang diklaim telah diikuti kalangan pondok pesantren NU, Muhammadiyah, serta MUI Tulungagung itu sempat diwarnai aksi penolakan oleh massa dari komunitas pemilik warung kopi, kafe remang-remang serta tempat hiburan yang mengatasnamakan Aliansi Masyarakat Tulungagung Cinta Damai (AMTCD).
Massa yang datang dari berbagai penjuru daerah se-Tulungagung menggunakan aneka kendaraan itu sempat berorasi di depan Pemkab dan DPRD setempat yang hanya berjarak sekitar 100 meter dari lokasi seminar. (*)