Resensi Buku - Shalat, Solusi Melahirkan Pemimpin yang Baik
Minggu, 26 Oktober 2014 22:37 WIB
Setiap negara, kementerian, lembaga, institusi, unit kerja, hingga tingkat desa/kelurahan, rukun warga dan rukun tetangga, akan selalu mengalami pergantian pemimpin.
Pemimpin negara dan dalam tingkatan apapun, pada umumnya mempunyai andil besar dalam memajukan masyarakat atau lingkungan yang dipimpinnya. Dari waktu ke waktu, rakyat atau lingkungan yang dipimpin semakin maju, makmur, bertambah kuat.
Tetapi berbeda dengan kondisi yang terjadi di republik ini, setiap terjadi perubahan kepemimpinan, kondisinya umumnya makin sengsara, negara lemah, terutama di bidang ekonomi.
Maka selalu terjadi unjuk rasa, rakyat tidak sabar menanggung derita yang lebih lama. Jari telunjuk pun diarahkan kepada pemimpin. Pemimpin disalahkan, dihujat dan dituntut mundur. Begitulah yang terjadi setiap periode, tulis Ustadz Mohammad Zubaidi, dalam buku saku Renungan Sholat Berjamaah halaman 63.
Buku setebal 76 halaman ditambah delapan halaman depan yang diterbitkan Ta'awun Publisher, Kompleks Al-Barokah, Ciherang, Dramaga, Bogor, pada 20 April 2013 mencapai cetakan ke-54 itu merupakan suvenir dari H Warseno, salah satu tokoh masyarakat Perumahan Pondok Delta Jengglong, Kelurahan Kaweron, Kecamatan Talun, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, saat datang dari ibadah haji tahun 2013.
Penulis buku ini, H Zubaidi, lahir di Kediri, Jawa Timur, pada 24 Januari 1956, lulus SMA tahun 1974, kemudian menempuh pendidikan Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Imam Muhammad bin Suud Riyadh, Saudi Arabia, tahun 1977-1982.
Tahun 1984-1986, studi Magister Seminari Arabistik, Fakultas Historie Universitas Philologie, George August, Goettingen, Jerman. Namun tahun 1986-1987 berhasil menyelesaikan Kandidat Doktor Seminari Arabistik, fakultas dan universitas yang sama.
M Zubaidi yang awalnya menjadi dai Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia di Lampung Tengah, dan 1988-1992 menjabat direktur Islamic Center Gottingen, tahun 1988-1994 menjadi penceramah tentang Islam di beberapa gereja di Jerman, kemudian 1998-2001 hijrah sebagai Imam Masjid Nagoya, Jepang.
Sejak tahun 2002 aktif di Tanah Air menjadi pembina beberapa majelis taklim di Bogor dan Jakarta, sebagai konsultan syariah di perusahaan teknologi fiber optik di Kuala Lumpur, Malaysia, pendiri dan pengasuh Pesantren Al-Barokah Bogor serta menangani bidang luar negeri DDII Pusat.
Buku ini di antaranya mengulas secara singkat Hakikat Nilai Shalat Subuh, Fakta Penggunaan Umur, Keutamaan Pergi ke Masjid, Keutamaan Shalat Subuh, Kiat Bangun Subuh, Berjamaah di Masjid, Pahala Mengajak Berbuat Baik, hingga Solusi Kepemimpinan RI.
Siapa yang Salah?
Berbicara tentang siapa yang salah terkait dengan buruknya mentalitas para penegak hukum dan bobroknya masyarakat di negeri ini, menurut Zubaidi, yang bertanggung jawab dan paling disalahkan adalah para pemimpin, terutama kepala negara. Mereka bertanggung jawab di dunia dan akhirat.
Terkait hal itu, katanya, Nabi Muhammad SAW sesuai Dalil 78, Hadis Riwayat Muslim 4823, telah mengingatkan: Sesungguhnya jabatan itu adalah amanah, yang pada hari kiamat nanti akan menjadi sebab kehinaan dan penyesalan. Kecuali bagi orang yang mendapatkannya dengan benar dan melaksanakan kewajiban yang dibebankan atas jabatan itu.
Menyalahkan memang mudah, tapi kita seharusnya introspeksi, mengapa bangsa ini terus menerus mendapatkan pemimpin yang tidak/kurang baik?
Terkait hal itu, Rasulullah sesuai Dalil 79, HR Ahmad 23360 telah mengingatkan: Hendaklah kamu menyuruh kepada yang makruf (berbuat baik, red). Hendaklah kamu mencegah kemunkaran, menggalakkan kebaikan, atau jika tidak maka Allah menimpakan azab atas kamu semua. Memberikan kekuasaan atasmu kepada orang yang buruk di antara kamu. Kemudian orang-orang baik di antara kamu berdoa dan Allah tidak mengabulkannya.
Inilah persoalan yang lebih penting yang selama ini sangat kurang diperhatikan. Salah satu penyebab munculnya pemimpin yang buruk adalah kesalahan rakyat sendiri, yaitu karena mereka cuek, tidak peduli apakah orang di sekitarnya melaksanakan shalat lima waktu dan kewajiban-kewajiban lainnya atau tidak.
Tidak peduli di lingkungannya terjadi kemaksiatan dan kemunkaran. Akibat kesalahan seperti ini, Allah menghukum dengan memberikan kekuasaan kepada orang yang buruk. Ketika pemimpin yang buruk mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang menyengsarakan rakyat, orang-orang baik berdoa tapi Allah tidak mengabulkannya.
Tunggulah sampai pemilu kapanpun, yang terpilih kemungkinan besar hanya orang-orang yang buruk. Nabi Muhammad SAW dalam Dalil 80, HR Musnad Ibn Syihab 577 menyatakan: Sebagaimana keadaan kamu, begitulah kamu diberi pemimpin.
Zubaidi mengibaratkan kalau mayoritas penduduk suatu kampung, desa atau kelurahan terdiri para pemabuk, maka jangan mengharapkan munculnya lurah yang taat beragama. Sebab kualitas pemimpin hampir selalu sama dengan kualitas mayoritas rakyatnya.
Lalu bagaimanakah jika ingin Indonesia mendapatkan pemimpin yang baik, yang membawa rakyat pada kehidupan makmur yang diridai Allah? Penulis buku ini menawarkan solusi yang sebenarnya mudah, tetapi tidak gampang untuk bisa dijalankan oleh semua orang, khususnya mayoritas umat Islam.
M Zubaidi dalam bukunya halaman 65 menawarkan solusi dengan mengajak bangsa Indonesia, khususnya umat Islam, melakukan gerakan shalat lima waktu dan memakmurkan masjid. "Mari kita galakkan, semuanya mengamalkan segala kebaikan. Jika mayoritas rakyat Indonesia berkualitas baik, maka pemimpin yang muncul pastilah mereka yang terbaik pula," tulisnya.
Dia menyatakan shalat lima waktu dan memakmurkan masjid akan menjadi langkah awal perbaikan kondisi umat. Tanpa hal itu, upaya-upaya lain tidak akan efektif. Sebab orang yang aktif ke masjid diberi kesaksian sebagai orang yang beriman. Sedangkan yang malas shalat isya dan subuh diindikasikan sebagai orang munafik.
Aktif dan akrab dengan masjid, membuat orang menjadi ringan untuk menghadiri kajian-kajian agama, sehingga ilmu dan amalnya meningkat, kemudian iman serta ketakwaannya pun semakin kuat.
Menuju Solusi Total
Mayoritas orang Indonesia, merasakan bahwa kondisi rakyat dan pemerintah RI, dari waktu ke waktu semakin parah, berada dalam keterpurukan.
Kondisi rakyat dan bangsa Indonesia terus menerus didera berbagai bencana dalam segala bentuk dan dimensinya. Mayoritas penduduk negeri ini memang pemeluk agama Islam. Hanya saja, dan sangat disayangkan, kebanyakan umat Islam justru bertindak kontra produktif.
Ketika Allah menimpakan azab atau siksa di negeri ini, maka ia memiliki agenda khusus, yaitu agar umat kembali ke jalan yang benar. Sesuai Dalil 81: As-Sajdah/32:21 difirmankan: Dan sesungguhnya kami merasakan kepada mereka sebagian azab yang dekat (di dunia), sebelum azab yang lebih besar (di akhirat), mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar).
Setelah ditimpa berbagai bencana, dari tsunami Aceh, gempa Yogyakarta, sejumlah kejadian tanah longsor, banjir dan sebagianya, mestinya umat segera kembali ke jalan yang benar. Kesalehan mewarnai kehidupan bangsa dan masjid-masjid selalu penuh. Ternyata yang terjadi tidak demikian.
Bahkan maraknya pengajian di televisi, radio, majalah dan lainnya, seperti tak mampu mengerem meluncurnya bangsa ini ke jurang kehancuran aqidah dan moral yang lebih dalam. Meskipun begitu, kita tidak boleh putus asa.
Bagi orang beriman yang berniat berbuat baik dan mengajak pihak lain berbuat serupa, semakin parahnya keadaan berarti menjadikan ladang beramal bertambah luas dan menjanjikan.
Maka jika kita ingin menyelamatkan negeri ini dan kelak ingin selamat di akhirat, ada perkara yang mutlak harus direalisasikan terlebih dahulu, yaitu terwujudnya iman yang benar para mayoritas umat Islam.
Salah satu persyaratan terwujudnya iman yang benar adalah adanya kesadaran umum pada umat Islam untuk memakmurkan masjid. Sebab sudah jelas bahwa umat yang enggan ke masjid diindikasikan sebagai orang yang munafik. Sedangkan umat yang munafik termasuk bagian dari masyarakat yang jauh dari rahmat Allah dan berkah-Nya.
Hal ini mudah diwujudkan, asalkan tugas dakwah dilaksanakan oleh setiap muslim dan muslimah. Jangan hanya dibebankan kepada para ustadz. Dakwah bukan hanya tugas para ustadz, melainkan kewajiban setiap orang Islam.
Jika iman yang benar sudah dimiliki oleh semua umat, maka masyarakat dapat dengan mudah mengatasi masalah bangsa dan negara yang amat kompleks dan kronis ini.
Buku ini kiranya dapat menginspirasi bangsa Indonesia yang kini berada dalam kepemimpinan baru Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang bertekat mewujudkan kondisi yang lebih baik. (*)