Surabaya (Antara Jatim) - Terus mengalirnya beragam bantuan untuk pengungsi erupsi Gunung Kelud (1731 mdpl) menandakan jiwa sosial dan gotong royong masyarakat Indonesia tidak surut dan lekang oleh arus globalisasi yang melanda dunia. Namun, derasnya aliran bantuan tersebut, membuat pemerintah daerah yang menerima "keteteran", sehingga bantuan yang ada masih harus "rela" menumpuk. Seperti dialami posko utama simpang lima gumul (SLG) Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Bidang Sosial Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Pengungsi Kabupaten Kediri Eko Setiyono, Jumat mengakui, bantuan itu belum disalurkan sampai sekarang, rencananya bantuan itu akan didistribusikan ke pengungsi. "Menunggu pendataan pasti. Kami juga sudah dapat instruksi dari Ibu Bupati (Haryati) segera menyalurkan bantuan," kilahnya. Bantuan yang menumpuk di gedung "convention hall" SLG itu beragam dan didominasi makanan serta minuman, seperti beras, mi instans, biskuit, air minum, dan sejumlah bantuan lainnya. Sejumlah bantuan masa kedaluwarsanya juga hampir mendekati, misalnya susu, yang habis pertengahan 2014 ini. Sampai saat ini masih belum ada keputusan lebih lanjut tentang kapan bantuan itu akan diberikan pada warga. Bantuan sampai saat ini juga terus berdatangan, salah satunya adalah pemberian dari Pemkab Gresik. Mereka memberikan bantuan untuk keperluan para pengungsi baik bahan pokok, minuman, sampai material bangunan. Asisten I Pemkab Gresik Tursilo Wanto Hariyoi mengatakan sebelumnya sudah mengonfirmasi kepada Pemkab Kediri, apa yang bisa dibantu, dan setelah melalui proses rapat, akhirnya pemkab menyumbang sejumlah perlengkapan untuk para korban erupsi Gunung Kelud. Bantuan itu diberangkatkan secara bersama dengan bantuan lain seperti air mineral, terpal, sarung, selimut, eternit, pempers, sembako, pakaian, susu serta makanan kecil dari halaman kantor Bupati Gresik, Jalan Dr Wahidin Sudirohusodo. "Bantuan ini dikirim secara langsung kepada korban erupsi Gunung Kelud, yakni kepada masyarakat yang terdampak di Kabupaten Kediri, Malang dan Blitar," kata Wakil Bupati Gresik, Muhammad Qosim. "Ada 15 truk yang terdiri dari genteng, esbes, semen, sarung, makanan, serta air mineral. Kami menunjukkan empati dan apa yang dirasakan warga Kediri juga ikut dirasakan di Gresik," ujarnya. Sebelumnya, diakui Sekretaris Palang Merah Indonesia (PMI) Kabupaten Malang, Apriliyanto kebutuhan genting untuk warga korban kelud di sekitar Desa Pandansari sangat mendesak, sebab untuk mempercepat pemulihan perbaikan rumah warga pascaerupsi. "Selama ini kurangnya pasokan genting ke Desa Pandansari membuat perbaikan rumah warga berjalan lambat," ucapnya. Ia berharap, dengan adanya bantuan genting dari berbagai pihak proses perbaikan bisa cepat dilakukan sebelum masa tanggap darurat pada tanggal 4 Maret 2014. Gunung Kelud mengalami erupsi, setelah sebelumnya terjadi gempa tremor sampai enam jam. Gunung itu dinyatakan erupsi pada pukul 22.56 WIB, setelah statusnya naik dari semula siaga menjadi awas pada Kamis (13/2) pukul 21.15 WIB. Gunung itu pernah meletus sampai 25 kali, rentang 1000 sampai tahun 2007, dengan puluhan ribu korban jiwa, maupun materiil. Gunung tersebut meletus terakhir pada 2007, tapi secara "efusif" atau tertahan. Akibat erupsi Kamis tersebut, ribuan bangunan dan rumah mengalami kerusakan. Begitu juga dengan hektaran lahan pertanian gagal panen, serta berbagai kerugian lainnya. Mulai membaik Sementara dari Kabupaten Malang dilaporkan, produksi susu sapi perahan milik warga di Kecamatan Ngantang, mulai membaik pascaerupsi Gunung Kelud yang melanda wilayah itu dua pekan lalu. Ketua Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Jawa Timur Sulistiyanto, Jumat, mengatakan produksi susu khususnya di Koperasi Sumber Makmur, Kecamatan Ngantang, bertahap mulai membaik dan rata-rata mencapai 50 ton perhari. "Sepekan setelah erupsi, produksi susu kini sudah mulai membaik karena adanya kiriman dari peternak meski terbatas, yakni mencapai rata-rata 50 ton perhari dari semula rata-rata 85 ton per hari," tuturnya. Dikatakannya, pada saat peristiwa erupsi Gunung Kelud melanda, wilayah Ngantang merupakan yang terparah terkena dampak abu vulkanik, khususnya di Desa Pandansari. Sebab guyuran abu vulkanik itu membuat produksi susu sapi perah di wilayah itu berhenti total, sebab telah merusak rumput segar yang menjadi pakan sapi. Akibatnya, produksi susu di Koperasi Sumber Makmur Ngantang yang semula rata-rata 85 ton per hari menjadi tak berproduksi sama sekali, sebab para peternak semuanya mengungsi, dan sapi ditinggalkan begitu saja. Ia menjelaskan usai musibah, para peternak diberikan bantuan pakan ternak, air bersih dan perbaikan kandang untuk pemulihan, sebab kandang ternak mengalami rusak parah oleh hujan abu vulkanik, pasir dan kerikil. "Untuk mengembalikan produksi itu, sejumlah pihak termasuk koperasi memberikan bantuan, dan memperlakukan secara khusus ternak, karena sapi harus mendapat asupan gizi yang baik dan kandang yang nyaman," katanya. Sulistiyanto memperkirakan kerugian akibat hujan abu vulkanik yang melanda wilayah Ngantang cukup besar, yakni mencapai sekitar Rp436 juta per hari, sebab produksinya sempat berhenti total selama dua hari. Sementara itu, wilayah Kabupaten Malang merupakan penyuplai terbesar susu di Jawa Timur dari total produksi susu yang mencapai 950 ton per hari. Dari Blitar dilaporkan, polisi melarang seluruh aktivitas penambangan pasir dan batu di semua sungai aliran lahar hingga radius lima (5) kilometer dari puncak/kawah Gunung Kelud. Penegasan itu disampaikan Kapolres Kota Blitar, AKBP Yulia Agustin saat melakukan operasi penertiban di Sungai Kalibladak, Desa Penataran, Kecamatan Nglegok, Blitar, Jumat. "Selama masih ada potensi aliran lahar dingin aktivitas penambangan (pasir/batu) di sini sementara dibatasi," ujarnya. Larangan tidak berlaku di jalur Kalilahar radius di atas lima kilonmeter. Meski sama berbahayanya dan masih berada di jalur aliran lahar dingin, penambang diperbolehkan beraktivitas, namun diimbau untuk ekstra hati-hati. "Jika cuaca di atas mendung atau hujan, semua aktivitas penambangan harus dihentikan," tegasnya. Operasi penertiban yang dipimpin langsung oleh Kapolresta Blitar itu sempat ditentang oleh sejumlah sopir "dump truck" dan penambang. Namun, mereka akhirnya bersedia meninggalkan area sungai aliran lahar yang hanya berjarak sekitar empat kilometer dari pusat erupsi setelah diberi pengertian oleh Wakapolres Kota Blitar bersama jajaran. Tak kurang dari 20 truk berhasil diusir dari lokasi penambangan. Namun, sebagian memilih "gerilya" dengan menunggu puluhan personel kepolisian Blitar kembali ke markas mereka pada pukul 11.00 WIB. Seusai polisi pulang, beberapa truk yang sebelumnya berhenti di pos pintu masuk (portal retribusi) terlihat kembali ke lokasi penambangan dan mengangkuti material pasir-batu yang ada di dasar aliran lahar. Razia atau penertiban penambang pasir juga dilakukan jajaran kepolisian di beberapa sungai aliran lahar lain, seperti di Sungai Soso, Lekso, Njari yang ada di wilayah Gandusari, dan Wlingi. Petugas secara berkala mengusir puluhan "dump truck" yang mengantre mengambil material pasir material vulkanik Gunung Kelud yang meletus pada Kamis (13/2).(*)
Bantuan untuk Pengungsi Erupsi Kelud Menumpuk
Jumat, 28 Februari 2014 17:53 WIB
