Komisi D Minta Pemkot Optimalkan Penataan PKL
Kamis, 9 Januari 2014 15:11 WIB
Surabaya (Antara Jatim) - Komisi D Bidang Kesra DPRD Kota Surabaya meminta pemerintah kota setempat lebih mengoptimalkan penataan pedagang kaki lima yang hingga kini masih belum tertampung dalam sentra PKL yang disediakan pemkot.
Ketua Komisi D DPRD Surabaya Baktiono mengatakan, dalam perda penataan PKL ada titik tekan agar mal atau pusat perbelanjaan menyediakan tempat khusus buat pedagang kaki lima (PKL).
"Pemkot jangan hanya bisa menggusur PKL, tapi juga mempunyai keberanian menegur pemilik mal jika tidak menyediakan tempat khusus PKL," katanya.
Selain itu, lanjut dia, pihaknya menilai kebijakan Pemkot Surabaya pada penggunaan anggaran APBD 2014 lebih banyak menguntungkan kepetingan pengusaha dari pada membangun perekonomian rakyat. Hal ini dicontohkan dengan banyak membangun infrastruktur jalan menuju perumahan elit, kawasan apartemen atau pusat perbelanjaan yang tentunya menguntungkan pengusaha besar.
"Para pengusaha ini membangunan besar-besaran mal, namun tidak menghiraukan aturan diwajibkan para pengusaha mal menyediakan sentral PKL," katanya.
Sentra PKL ini, lanjut dia, diharapkan bisa membantu pegawai yang berkerja di mal agar bisa makan di sentral PKL area mal. Hal ini dikarenakan para pekerja tidak bisa setiap harinya makan di "food court" yang harganya mahal.
"Seharusnya wali kota tegas dengan memberikan teguran kepada mal-mal yang tidak taat perda dengan menyediakan area buat PKL," katanya.
Sementara itu, di sisi lain, DPRD Kota Surabaya juga akan melakukan penertiban terhadap ratusan toko modern atau swalayan yang hingga saat ini belum banyak yang memiliki kelengkapan perizinan.
Ketua Pansus raperda Izin Usaha Toko Modern (IUTM) DPRD Surabaya Eddy Rusianto, mengatakan, berdasarkan data yang ia miliki saat ini jumlah toko modern di Surabaya mencapai 400 toko. Dari jumlah itu, hanya sebagian kecil saja yang baru mengantongi IUTM, sementara sisanya belum memiliki alias bodong.
"Izin yang dimiliki sebatas Izin Mendirikan Bangunan (IMB), itupun hanya 30-an saja," katanya.
Selain menata izin pendirian, dalam reparda IUTM nanti juga bakal mengatur soal posisi dan jarak antartoko modern. Setelah perda digedok, gerai toko swalayan yang terlanjur berdiri berdekatan, dekat toko prancangan warga di pemukiman atau pasar tradisional harus direlokasi.
"Kami memberi kesempatan 2,5 tahun untuk relokasi. Kenapa toleransi waktu sampai 2,5 tahun? Kami memberi kesempatan pengusaha BEP (break event point). Toleransi waktu yang 6 bulan untuk mengurus IUTM di tempat yang baru," ujar Eddy. (*)