Anggota MPR: Politik Transaksional bukan Budaya Demokrasi
Rabu, 13 November 2013 19:32 WIB
Surabaya (Antara Jatim) - Anggota MPR RI Abdul Malik Haromain menegaskan bahwa politik transaksional bukanlah budaya demokrasi karena demokrasi mendorong tampilnya pemimpin yang terbaik dan bukan pemimpin jahat yang terpilih karena uang.
"Politik transaksional akan membuat orang baik tidak bisa menjadi pemimpin dan orang jahat justru menjadi pemimpin karena uang," katanya dalam 'Empat Pilar Goes to Campus' di Universitas dr Soetomo (Unitomo) Surabaya, Rabu.
Dalam sosialisasi bergaya "talkshow" (tayang bincang) bersama dua akademisi Unitomo yakni Dr Ulul Albab MSi dan Siti Marwiyah SH MSi, ia menjelaskan maraknya politik transaksional justru menunjukkan masyarakat, pemimpin, dan parpol yang ada tidak siap berdemokrasi.
"Demokrasi kita sedang diuji, karena demokrasi kita masih sebatas prosedural (demokrasi prosedural). Kita perlu melakukan konsolidasi demokrasi dari demokrasi prosedural menuju budaya demokrasi," katanya.
Oleh karena itu, ia mendukung rencana KPU mengatur anggaran dan batasan dana seorang calon anggota legislator (caleg) agar politisi tidak menjadikan uang sebagai segala-galanya dan menggunakan akuntan publik untuk melacak dana politik yang ada.
Selain politik transaksional, budaya demokrasi yang juga masih belum memasyarakat adalah konflik/kerusuhan dalam menerima kekalahan, padahal demokrasi menyediakan saluran hukum bagi mereka yang kalah yakni DKPP, MK, PTUN, PTTUN, dan pengadilan.
"Jadi, demokrasi itu mengandaikan peserta demokrasi dan pemain demokrasi yang mau menerima kekalahan dan kemenangan yang dialami," kata Wakil Ketua MPR dari FKB itu dalam acara yang diselingi empat komedian itu.
Menurut akademisi Unitomo Dr Ulul Albab MSi yang juga penulis buku tentang korupsi dari A sampai Z itu, budaya demokrasi yang bagus itu sebenarnya sudah berkembang di masa lalu yakni gotong royong dan musyawarah.
"Semuanya berubah menjadi demokrasi 'wani piro' yang justru menimbulkan perpecahan antarwarga dan bahkan antarkeluarga, karena itu sumberdaya manusia di lingkungan parpol itu harus memiliki budaya demokrasi yang benar," katanya.
Dalam kesempatan itu, akademisi Unitomo Siti Marwiyah SH MSi yang juga Dekan Fakultas Hukum Unitomo menegaskan bahwa pola demokrasi dalam bentuk pemilihan langsung yang sudah ada di Indonesia saat ini tak perlu diubah atau dikembalikan kepada DPR/DPRD.
"Pemilihan langsung ala demokrasi yang ada saat ini tak perlu diubah, tapi demokrasi yang ada dibenahi dengan budaya demokrasi dan penegakan hukum yang benar, sehingga politik transaksional dan kerusuhan/konflik atas nama politik dapat ditekan," katanya.
Menanggapi penjelasan para pembicara itu, para mahasiswa sepakat bahwa demokrasi itu mengandung nilai positif dan negatif (kotor), di antaranya politik uang atau politik transaksional merupakan politik yang kotor.
"Politik yang positif adalah politik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Politik sebenarnya tidak salah, namun orang politik (politisi) itulah yang salah," kata mahasiswa FH Unitomo Nicholas Canggih.
Acara 'Empat Pilar Goes to Campus' di Jatim antara lain dilaksanakan di STIE Malang Kucecwara Malang, Universitas Merdeka Malang, Unitomo Surabaya, dan Universitas Negeri Surabaya, sedangkan tahun sebelumnya dilaksanakan di Universitas Brawijaya Malang dan Universitas Airlangga Surabaya. (*)