Investor Migas Butuh Jaminan Keamanan di Madura
Minggu, 22 September 2013 20:18 WIB
Pamekasan (Antara Jatim) - Kepala Humas SKK Migas Elan Biantoro mengatakan investor membutuhkan jaminan keamanan dari masing-masing pemkab di Madura, agar tertarik berinvestasi di Pulau Garam itu.
"Tanpa adanya jaminan keamanan, saya kira para investor sulit untuk tertarik menanamkan modalnya di Madura ini," katanya kepada Antara di Pamekasan, Minggu.
Elan mengemukakan hal ini menanggapi banyaknya aksi penolakan terhadap kalangan investor oleh masyarakat yang hendak menanamkan modalnya di Madura, khususnya investor minyak dan gas bumi.
Unjuk rasa yang dilakukan warga, serta aksi perusahan alat-alat produksi pengeboran minyak bumi dan gas, seperti pernah terjadi di Pamekasan belum lama ini menjadi perhatian kalangan investor.
"Jadi selama kita masih terganggu, para investor tentunya akan pikir-pikir juga. Ini tidak hanya berlaku pada migas, tetapi investor lain saya yakin juga sama," kata dia.
Masyarakat Madura memiliki karakter berbeda dibandingkan dengan masyarakat lain di Jawa Timur, yakni keras, dan protektif, sehingga perlu pendekatan khusus.
Oleh karenanya, ke depan perlu adanya pemahanan secara utuh kepala masyarakat Madura tentang pentingnya investasi di Pulau Garam itu.
Salah satunya dengan terus menggelar dialog dan sosialisasi kepada kelompok-kelompok terdidik, baik pelajar, mahasiswa dan tokoh ulama yang ada di Pulau Garam itu.
Di Pamekasan, gangguan keamanan terhadap investor migas pernah terjadi pada tahun 2010, saat sebuah peruhaan migas yakni PT Petroleum hendak melakukan eksplorasi migas di Desa Rek-kerak, Kecamatan Palengaan.
Saat itu, sejumlah peralatan eksplorasi migas perusahaan itu dirusak massa dan perusahaan mengalami kerugian hingga mencapai Rp500 juta. Aksi perusakan dilakukan sekitar 500 orang dari Dusun Dayu Daya, Desa Rek Kerrek.
Ketika itu massa mendatangi lokasi uji seismik milik SPE Petroleum. Mereka mengamuk sembari membawa celurit dan linggis. Berbagai fasilitas perusahaan, seperti alat pengeboran dirusak, dibakar kemudian dibuang ke sungai.
Akibat aksi massa itu, uji seismik di 31 titik di Desa Rek-Kerek, Kecamatan Palengaan itu langsung dihentikan dan sebanyak 50 pekerjanya dipulangkan ke tempat asal masing-masing karena alasan keamanan.
Di Sumenep, gangguan kegiatan eksplorasi migas juga terjadi pada 2010. Sejumlah kiai yang tergabung dalam Forum Kyai Muda Madura (Forkim) bersama warga dan mahasiswa merusak dan membakar fasilitas pengeboran dan uji seismik milik PT SPE Petroleum di Dusun Kembar, Desa Bata'al Barat, Kabupaten Sumenep.
Aksi itu dilakukan karena warga kesal terhadap kegiatan anak perusahaan minyak dan gas bumi (migas), Petro China, di daerah mereka.
Padahal sebelum melakukan uji seismik, pihak kontraktor pelaksana pengeboran telah melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan mereka telah menyetujuinya.
"Apabila kejadian-kejadian seperti itu tetap terjadi, tentunya para investor akan pikir-pikir untuk menanamkan modalnya di Madura ini," kata Kepala Humas SKK Migas Elan Biantoro menambahkan.
Selain itu, potensi sumber daya alam yang ada tentu tidak akan bisa dimanfaatkan secara optimal, tanpa adanya kegiatan eksplorasi, padahal eksplorasi itu untuk mendongkrak perekonomian warga setempat, termasuk peningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor migas. (*) (Foto: energytoday.com)