Mucikari Tambakasri Tagih Janji Wali Kota Surabaya
Senin, 16 September 2013 21:03 WIB
Surabaya (Antara Jatim) - Sekitar 10 mucikari lokalisai Tambakasri, Kecamatan Krembangan, Kota Surabaya menagih janji wali kota setempat terkait dengan tidak kunjung jelasnya besaran nominal uang pembinaan (tali asih) yang diterima.
"Saya hanya ingin diperlakukan sama dengan yang di Bangunsari," kata salah seorang mucikar Sulikah saat bersama mucikari lainnya mendatangi gedung DPRD Surabaya, Senin.
Menurut dia, hingga kini mereka baru menerima Rp1 juta, dari nominal Rp10 juta yang pernah dijanjikan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sebagai kompensasi saat acara simbolis penutupan wisma serta pemulangan pekerja seks komersil (PSK) beberapa waktu lalu.
Keluhan senada disampaikan Supiyah, mucikari di Jalan Tambak Asri I. Menurutnya, ketika pihaknya mendengar rencana penutupan, ia bersama 10 mucikari yang lain langsung mendaftar hanya saja justru dapat Rp1 juta. "Kami bersedia tutup lantaran ingin mendukung program pemkot. Kalau seperti ini, ya kita sendiri yang susah," ujarnya.
Ia mengatakan, pascapenutupan banyak mantan pemilik wisma yang kini mengalami kesulitan ekonomi. Padahal saat penutupan wisma hendak dilakukan, pengurus kampung juga ikut menekan bahkan mengintimidasi. Ini dilakukan jelang kedatangan Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri.
"Sekarang ada beberapa wisma yang kembali mulai beroperasi. Kami mohon dewan ikut membantu kita," harapnya.
Merasa bertanggung jawab atas penutupan wisma dan pemulangan PSK, Dinas Sosial (Dinas) sebagai pelaksana program angkat bicara.
Kabag Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) Dinsos Surabaya Dedy mengatakan, 10 mucikari tersebut tidak ikut mendapat anggaran penutupan wisma Rp10 juta per orang dengan alasan ketika data 10 mucikari diberikan, ternyata verifikasi data sudah selesai dilakukan.
Sehingga selisih tali asih yang didapat para mucikari tersebut tidak bisa disusulkan. "Kami tak lakukan pengurangan atau penambahan data dari RW. Biro kesra (pemprov), Dinsos kota, Kemensos sudah melakukan verifikasi. 10 mucikari ini tidak masuk database yang ditutup tahun 2011," kata Dedy.
Dedy mengaku sudah mengupayakan supaya sisa mucikari bisa mendapatkan haknya. Caranya, dengan mengajukan usulan ke gubernur melalui wali kota. Kendati demikian, Dedy juga menjanjikan akan melibatkan 10 mucikari ini dalam program kelompok usaha bersama (Kube) yang akan dilaksanakan. Kube melibatkan Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana yang akan memberikan pelatihan usaha.
"Kami juga akan mengajak mucikari mengunjungi sentra UKM yang berhasil agar terinspirasi," katanya.
Anggota Komisi D Bidang Pendidikan dan Kesra DPRD Surabaya, Khusnul Khotimah menilai jika masalah yang saat ini membelit para mucikari hanya persoalan komunikasi. Sebab berdasarlan konsultasi yang dilakukan komisinya ke Kemensos, mereka siap mengucurkan anggaran jika memang dirasa ada ketidakadilan.
"Harusnya, pemkot langsung tanyakan ke kemensos. Sebab secara kasat mata ini ada ketidakadilan," saran Khusnul.
Sementara itu, Ketua Komisi D Baktiono menilai, jika masalah yang dirasakan para pemilik wisma imbas dari sikap yang ditunjukan pemerintah kota. Mestinya, jika saat ini semua rencana pemkot mensejehterakan kawasan bekas lokalisasi saat ini bisa direalisasikan, tidak akan ada pemilik wisma yang protes.
Oleh karena itu, ia menyarankan untuk saat ini program penertiban lokalisasi di Surabaya dihentikan dulu. "Wali kota harus memperjuangkan uang tali asih bagi 10 mucikari yang tercecer. Jika pemprov tidak bisa menghandle usulan ini, pemkot harus bisa mencover. Saya rasa pemkot punya uang segitu," katanya. (*)