Perajin Tempe Madiun Keluhkan Tingginya Harga kedelai
Selasa, 3 September 2013 15:19 WIB
Madiun (Antara Jatim) - Sejumlah perajin tempe di Kabupaten Madiun, Jawa Timur, mengeluhkan tingginya harga kedelai yang menjadi bahan baku utama usaha mereka karena bisa mengancam kelangsungan usahanya.
Salah satu perajin tempe di Desa Doho, Kecamatan Dolopo, Kabupaten Madiun, Ali Mansur, mengatakan, harga kedelai terus naik secara bertahap sejak sebulan terakhir imbas dari melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika.
"Sejak sebulan ini harga kedelai baik lokal maupun impor terus naik. Jika keadaan ini berlangsung, usaha saya bisa tutup," ujar Ali kepada wartawan, Selasa.
Adapun harga kedelai impor saat ini telah mencapai Rp9.500 hingga Rp10.000 per kilogram dari sebelumnya yang hanya Rp7.500 per kilogram. Sedangkan kedelai lokal tidak jauh berbeda.
Ia terpaksa harus mengecilkan ukuran dan ketebalan tempenya agar tetap bisa bertahan dan berproduksi. Hal tersebut juga dilakukan oleh para perajin tempe lainnya.
"Saya terpaksa mengecilkan ukuran untuk menekan biaya produksi tempe. Ukuran dan ketebalan bisa berkurang hingga 40 persen dari biasanya," terang dia.
Selain mengecilkan ukuran, pihaknya juga terpaksa menaikkan harga jual. Biasanya per kotak tempe ukuran panjang 20 centimeter, lebar 8 centimeter, dan tebal 3 centimeter dihargai Rp1.000 di pabriknya, kini naik menjadi Rp1.500 per kotak.
"Para langganan pedagang tempe tidak masalah jika harganya naik. Mereka sudah tahu karena harga kedelainya juga mahal. Biasanya yang ambil adalah para pedagang tempe di Pasar Dolopo," terangnya.
Pihaknya berharap, pemerintah baik pusat maupun daerah segera bertindak agar harga kedelai dapat turun dan stabil. Ia juga mendukung aksi mogok yang akan dilakukan gabungan perajin keledai se-Indonesia pada tanggal 9-12 September mendatang.
Hal yang sama juga dikeluhkan oleh perajin tahu Barokah di Kelurahan Banjarejo, Kecamatan Taman, Kota Madiun. Selain mahalnya harga kedelai, pihaknya juga kesulitan mendapatkan stok komoditas tersebut.
"Biasanya per hari kami bisa menyetok hingga dua truk kedelai, kini bisa mendapatkan satu truk saja sudah bagus. Stok kedelai di gudang kami semakin menipis," kata perajin tahu Barokah, Arifah.
Arifah mengaku juga mengurangi ukuran tahunya untuk menekan biaya produksi dan mendapat untung. Pihaknya juga berharap pemerintah segera melakukan tindakan untuk menurunkan harga kedelai, sebab ia takut jika usahanya akan bangkrut. (*)