Kowani: Perempuan Jangan Diam Jadi Korban Rokok
Rabu, 10 Juli 2013 15:10 WIB
Oleh Dewanto Samodro
Jakarta, (Antara) - Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (Kowani) Dewi Motik Pramono mengajak perempuan Indonesia tidak tinggal diam dan pasrah menjadi salah satu korban rokok
"Asap rokok sangat berbahaya. Merusak masa depan bangsa. Anak-anak kitalah korban rokok selanjutnya," kata Dewi Motik Pramono di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan salah satu upaya yang bisa dilakukan kelompok perempuan adalah terus melakukan sosialisasi mengenai bahaya merokok. Selain itu, berupaya mencegah keluarganya agar tidak menyentuh rokok.
"Kalau ada niat pasti ada jalan. Tidak ada satu pun penelitian yang menyatakan rokok itu sehat. Semua agama juga mengatakan semua zat yang membahayakan tubuh adalah haram," tuturnya.
Dewi menyatakan keprihatinannya terhadap masyarakat Indonesia yang sangat permisif dengan rokok. Amerika Serikat, yang industri rokoknya begitu berkuasa saja akhirnya bisa menghentikan produksi rokoknya.
"Pabrik rokok Amerika pindah ke Indonesia. Saya juga kecewa dengan wakil rakyat di DPR yang digaji dengan uang rakyat, malah membela kepentingan industri rokok," katanya.
Kowani bekerja sama dengan Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT) mengadakan peningkatan kapasitas kepada kelompok perempuan tentang pengendalian tembakau.
Pembicara dalam "capacity building" itu adalah Ketua Kaukus Kesehatan DPR Sumarjati Arjoso, aktivis Komnas PT dr Hakim Sorimuda Pohan dan aktivis Lingkar Studi CSR Indonesia Jalal.
Sumarjati juga meminta perempuan Indonesia untuk tidak merokok dan menghindari penggunaan rokok dalam kehidupan sehari-hari.
"Saya sering miris melihat perempuan-perempuan cantik yang sedang duduk mengobrol di kafe sambil merokok," katanya.
Sumarjati mengatakan sasaran industri rokok saat ini adalah munculnya perokok pemula dari kelompok perempuan dan remaja. Sebagian besar perokok pemula, kata dia, dipengaruhi iklan rokok yang atraktif dan menarik.
"Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok terbesar ketiga di dunia setelah China dan India. Di Amerika Serikat, pabrik-pabrik rokok ditutup dan Indonesia malah menerima dengan tangan terbuka investasi pabrik rokok Amerika," tuturnya. (*)