Pengusaha Khawatir Kebijakan Dua Harga Menimbulkan Polemik Baru
Kamis, 2 Mei 2013 19:49 WIB
Surabaya (Antara Jatim) - Kalangan pengusaha di Jawa Timur khawatir terhadap rencana diberlakukannya kebijakan dua harga bahan bakar minyak (BBM) karena dapat menimbulkan polemik baru di masyarakat di Tanah Air.
"Ketika pemerintah akan memberlakukan dua harga untuk BBM, harga berbagai kebutuhan pendukung seperti suku cadang kendaraan mengalami kenaikan. Lalu, harga kembali naik saat rencana itu batal diganti rencana kenaikan dan ini yang sangat memberatkan kami sebagai operator," kata Wakil Ketua Organda Jatim, Firmansyah Mustafah, ditemui di acara Coffee Talk bertajuk "Mengurai Permasalahan Pengendalian BBM Subsidi", di Surabaya, Kamis.
Ia mencontohkan, saat ada opsi pemberlakuan dua harga maka harga ban naik menjadi Rp2,1 juta dari harga normal sebesar Rp1,9 juta. Harga kembali naik menjadi Rp2,3 juta ketika opsi berubah dan akan diberlakukan kenaikan harga dengan satu harga.
"Hal itu belum suku cadang kendaraan lainnya dan tentu sangat merugikan kami. Untuk itu, kepastian harga harus segera diambil," ujarnya.
Mengenai harga yang akan diterapkan Organda pada tahun ini, jelas ia, rencananya dilakukan kenaikan. Apalagi, sejak empat tahun terakhir harga transportasi barang belum ada kenaikan.
"Baik ada maupun tidak ada kenaikan, tahun ini kami akan menaikkan harga transportasi barang. Namun, kami tidak bisa serta merta untuk menaikkannya sesuai dengan keinginan karena biasanya pemerintah menentukan berapa kenaikan yang diperbolehkan," katanya.
Pada kesempatan sama, Wakil Ketua Dewan Pimpinan Daerah Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) Jatim, Airlangga, menambahkan, sebagai pelaku usaha yang bersentuhan langsung dengan masyarakat untuk menyalurkan BBM subsidi pihaknya bingung dengan ketidakjelasan kebijakan pemerintah.
"Kami bagaikan tentara yang disuruh terjun payung dan tidak tahu medannya. Bahkan, kami hanya diberi surat pemberitahuan dari Pertamina bahwa akan diberlakukan dua harga dan ada beberapa SPBU yang tidak diperbolehkan jual BBM subsidi hingga di daerah, teman-teman kami ikut bertanya-tanya," keluhnya.
Kondisi tersebut, sebut dia, sangat menyulitkan pengusaha untuk menjalankan bisnis. Mereka menjadi ragu dengan iklim usaha yang ditekuni sedangkan regulasi lain juga masih terkesan abu-abu sehingga wajib segera diperjelas.
"Seperti saat kebijakan organda yang awalnya dilarang mengonsumsi BBM subsidi, akhirnya diperbolehkan lagi. Kami sebagai pengusaha SPBU tidak pernah diberi surat pemberitahuan dan hanya tahu saat organda menyatakan bahwa mereka diperbolehkan untuk memakainya," katanya.
Pada saat opsi dua harga dihembuskan pemerintah, lanjut dia, Pertamina telah melakukan pemetaan dan pembagian SBPU menjadi empat kriteria. Awalnya, SPBU yang akan menjual Premium Rp4.500 per liter dan Solar Rp4.500 per liter. Kriteria kedua adalah SPBU yang akan menjual solar Rp4.500 per liter dan premium dengan harga baru, ketiga SPBU yang menjual solar dengan harga baru dan premium dengan harga Rp4.500 per liter dan keempat SPBU yang menjual solar dan premium dan harga baru.
"Akibatnya, kami telah menyiapkan tanda-tanda tutup selubung dan petunjuk harga. Tapi ternyata opsi ini batal dan kebijakan kembali dilempar ke DPR," katanya.
Oleh karena itu, ia menyatakan, sampai saat ini pihaknya masih menunggu kebijakan seperti apa yang akan diberlakukan. Apalagi, sebagai BUMN yang diamanahi menyalurkan BBM subsidi mereka harus siap untuk melaksanakan apapun yang akan ditentukan.(*)