LBH: TNI-Polri Harus Contohkan Patuh Hukum Sipil
Jumat, 29 Maret 2013 15:07 WIB
Surabaya (Antara Jatim) - Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya Faiq Assiddiqi menilai kasus penyerangan Mapolres Ogan Komering Ulu, kasus pengeroyokan Kapolsek Dolog Perdamean di Sumut, atau kasus penembakan di LP Cebongan Sleman menunjukkan TNI-Polri harus mencontohkan kepada masyarakat bahwa mereka patuh hukum sipil terkait pidana.
"Terlalu sering memang terjadi clash antara TNI dan Polri di zona sipil, tapi hal itu seringkali diselesaikan dengan mengedepankan arogansi kekuasaan. Itu nggak elok, karena memberi contoh buruk kepada masyarakat," katanya kepada Antara di Surabaya, Jumat.
Ia mengemukakan hal itu menanggapi berbagai kasus menyangkut oknum TNI dan Polri, di antaranya kasus penyerangan Mapolres Ogan Komering Ulu oleh sejumlah oknum anggota militer, kasus penembakan tahanan di LP Cebongan, pengeroyokan Kapolsek Dolog Pardamean di Sumatera Utara yang menewaskan Kapolsek Dolog Pardamean AKP Andar Siahaan (27/3), dan sebagainya.
Menurut Faiq, kasus di Ogan Komering Ulu, Sumut, dan Cebongan itu harus diselesaikan oleh seluruh pimpinan internal TNI dan Polri dengan mengedepankan hukum sipil terkait pidana.
"Kalau dibiarkan bergulir akan terkesan seperti tidak ada pemimpin, kemudian pembiaran akan mengesankan persetujuan atas tindakan arogansi yang menurunkan kewibawaan korps itu," katanya.
Oleh karena itu, kasus hukum sipil yang dilakukan oknum TNI dan Polri hendaknya tidak diselesaikan secara internal melalui Propam atau Denpom, karena "keistimewaan" itu memberi contoh buruk, kecuali memang pelanggaran yang bersifat internal.
"Yang jelas, sistem hukum akan menghadapi bahaya bila tidak ada upaya tuntas dan menyeluruh untuk menyelesaikan kasus itu. Kalau TNI dan Polri tidak mau patuh kepada hukum sipil dalam kasus pidana, maka selamanya kasus yang melibatkan TNI dan Polri akan terus terjadi," katanya.
Ditanya kemungkinan turunnya kepercayaan terhadap Polri dan penegakan hukum yang dijalankan Polri, ia menilai hal itu tidak ada kaitannya.
"Kalau Polri yang jadi sasaran, karena dia yang menjadi ujung tombak dalam penegakan hukum sipil. Kalau yang di depan jaksa, tentu jaksa yang menjadi sasaran pelampiasan, bukan Polri," katanya.
Terkait kasus penyerangan itu, Koalisi Masyarakat Sipil yang dipimpin Kontras dan Imparsial menunggu hasil investigasi pemerintah sampai enam bulan.
Selain itu, mereka juga sudah membentuk tim investigasi untuk melapor ke Markas PBB di Jenewa kalau tidak ada hasil dari tim investigasi pemerintah. (*)