Kasus Pencurian Kayu di Wilayah Ngawi Tinggi
Sabtu, 23 Februari 2013 15:48 WIB
Ngawi - Kasus pencurian kayu atau "illegal logging" di wilayah hukum Kabupaten Ngawi tergolong tinggi atau masih marak.
Data Kepolisian Resor (Polres) Ngawi mencatat, kasus pencurian kayu selama tahun 2011 di wilayah setempat mencapai 81 kasus dari jumlah total 728 kasus kriminal yang terjadi. Dari jumlah kasus pencurian kayu sebanyak 81 kasus tersebut, sebanyak 79 kasus di antaranya berhasil terselesaikan.
Kepala Sub Bagian Humas Polres Ngawi AKP Lilik Sulastri, Sabtu
mengatakan, kasus pencurian kayu atau tersebut terjadi di wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Ngawi.
Menurut dia, kasus pencurian kayu di wilayah Polres Ngawi yang terbaru terjadi di wilayah Paron. Petugas Polres Ngawi berhasil mengamankan dua orang tersangka yang diduga sebagai penadah kayu jati ilegal.
"Keduanya diketahui warga sering menerima kayu jati yang diduga ilegal di rumahnya. Kedua tersangka adalah Pramono warga Paron dan Saelan warga Ngawi," ujar AKP Lilik, kepada wartawan.
Penangkapan kedua tersangka tersebut berawal dari informasi masyarakat yang curiga dengan kegiatan tersangka yang banyak menerima dan menyimpan kayu jati di rumahnya.
"Saat petugas datang ke rumahnya, tersangka tidak dapat menunjukkan dokumen sah dari sejumlah kayu jati tersebut. Kayu jati olahan dengan berbagai ukuran tersebut akhirnya diamankan berikut dengan tersangka untuk pemeriksaan lebih lanjut," kata AKP Lilik.
Perbuatan tersangka dinilai telah melanggar Undang-Undang RI Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Kasus ini masih ditangani oleh polres setempat.
Maraknya kasus pencurian kayu di Ngawi juga dibenarkan oleh pejabat KPH Ngawi. Dari empat Kesatuan Pemangkuan Hutan yang ada di Rayon II Perhutani Jawa Timur, KPH Ngawi tercatat menduduki peringkat tertinggi angka kerugian akibat pembalakan liar tahun 2012. Jumlahnya mencapai 1.800 pohon atau senilai Rp1,04 miliar.
Di urutan kedua ada KPH Saradan dengan 1.460 pohon atau senilai Rp734 juta. Lalu KPH Madiun dengan 711 pohon senilai Rp740 juta, dan terakhir KPH Lawu Ds dengan 257 pohon senilai Rp194 juta. KPH Lawu Ds paling sedikit karena wilayahnya kebanyakan merupakan pohon pinus yang harga kayunya jauh lebih murah dibanding jati.(*)