Pamekasan - Anggota DPRD Pamekasan dari Partai Bulan Bintang (PBB) Suli Faris menyatakan, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Mengandung Zat Adiktif dengan memasukkan tembakau sebagai salah satu unsur di dalamnya, akan merugikan petani tembakau. "PP ini akan menjadi masalah baru bagi petani tembakau di negeri ini, khususnya masyarakat Madura," kata Suli Faris. Dalam rilis yang diterima ANTARA, Sabtu malam, Suli menjelaskan, PP itu sama sekali tidak berpihak kepada nasib dan kepentingan rakyat kecil, bahkan cenderung bertentangan dengan semangat yang selama ini didengungkan oleh pemerintah yaitu kebijakan pembangunan yang pro rakyat miskin, dan pro rakyat kecil. Ia juga menilai, bahwa yang dijadikan target oleh pemerintah pusat hanyalah naiknya kontribusi cukai rokok ke APBN, sedangkan untuk melindungi kepentingan petani tembakau pribumi kurang begitu nampak. "Kesan yang timbul dengan keluarnya PP Nomor: 109 Tahun 2012 hanya untuk melindungi pengusaha rokok putih di Indonesia," katanya menjelaskan. Menurut Suli Faris, Undang-Undang Nomor: 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, memang mengamanatkan kepada pemerintah untuk membuat Peraturan Pemerintah untuk pengamanan zat adiktif. Hanya saja, yang perlu dipahami bahwa, zat adiktif itu bukan hanya pada produk tembakau saja, tapi banyak bahan lain selain tembakau. "Tapi mengapa kok hanya tembakau yang dimunculkan?," katanya mempertanyakan. Suli yang juga Ketua Komisi A DPRD Pamekasan ini menilai, lahirnya PP Nomor: 109 Tahun 2012 akan membuka pintu seluas-luasnya bagi pengusaha rokok untuk membeli tambakau luar negeri dengan jumlah yang sangat banyak. Sebab tembakau dalam negeri dari awal memang dikenal dengan tembakau yang mengandung nikotin tinggi. Terutama, kualitas tembakau gunung. Disamping itu, tembakau dalam negeri selama ini sangat cocok untuk bahan baku rokok kretek sebagai ciri has rokok Indonesia. Karena itu, tembakau lokal ke depan diyakini tidak akan punya peluang pasar yang prosfektif, dan petani tembakau akan semakin menjerit karena daya serap pabrik terhadap tembakau lokal akan terus menurun. "Saya paham terhadap karakter dan kebiasaan petani tembakau. Mereka memang sulit beralih pada tanaman lain karena hanya tanaman tembakau yang dianggap sebagai produk yang bernilai ekonomis tinggi," ucap dia. Seandainya saja, tambah Suli, pemerintah pusat bijak dalam membuat kebijakan pengamanan produk yang mengandung zat adiktif tentu sebelum PP Nomor: 109 diterbitkan maka pemerintah semestinya memberikan solusi atau jalan keluar bagi petani tembakau. "Misalnya dengan cara mencarikan tanaman alternatif yang bernilai ekonomis tinggi dan punya akses pasar yang prosfektif," katanya menambahkan. Kehadiran PP Nomor 109 menurut dia, sama halnya dengan sengaja menjadikan rakyat kecil "menangis". Yang sangat tragis lagi, pascaterbitnya PP Nomor: 109 Tahun 2012 itu, pabrik rokok akan membeli tembakau luar negeri dengan jumlah besar dan dibuat bahan rokok di Idonesia. Sementara itu, rokok-rokok dari luar negeri itu nantinya akan dijual di Indonesia yang secara otomatis yang akan terkena penyakit karena merokok adalah orang Indonesia dan yang membantu membayar kewajiban pajak/cukai rokok ke pemerintah adalah orang Indonesia. Sedangkan, yang menikmati keuntungan adalah pihak pengusaha/pabrikan dan petani tembakau di negara lain. Atas dasar itulah, maka politikus dari Partai Bulan Bintang (PBB) ini mengajak kepada semua wakil rakyat di Indonesia, termasuk di Madura yang merupakan penghasil tembakau, agar memberikan advokasi dan perlindungan bagi penati tembakau. "Saya berharap semua pihak, baik LSM, Pemkab dan anggota DPR RI terutama yang berangkat dari daerah pemilihan Madura untuk mengajukan nota keberatan kepada pemerintah terkait kehadiran PP tersebut," terang Suli Faris. (*)
Legislator PBB: PP 109 Rugikan Petani Tembakau
Sabtu, 19 Januari 2013 19:35 WIB