Bojonegoro - Kasi Operasi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Bengawan Solo di Bojonegoro, Jatim, Mucharom, menilai kondisi bangunan Waduk Pacal, bisa mengalami kerusakan, yang disebabkan kosongnya air di dalam waduk. "Kosongnya air di dalam waduk, terutama di sekitar saluran pengeluaran, bisa mengakibatkan kerusakan bangunan bendungan waduk," katanya, Selasa. Kerusakan yang terjadi, menurut dia, bangunan bendungan waduk bisa mengalami retak, kalau ternyata di sekitar pintu pengeluaran sudah tidak ada air sama sekali, kemudian turun hujan dengan curah hujan tinggi dan air yang masuk ke waduk besar. "Tapi kalau sekarang bangunan waduk masih aman, sebab di pintu pengeluaran masih ada air yang tersisa sekitar 500 meter kubik," katanya, menjelaskan. Menurut dia, sesuai standar operasional (SOP) debit air di pintu pengeluaran sebesar 500 meter kubik itu, merupakan dibawah batas air minimal untuk mengamankan bangunan waduk. Ia memperkirakan, air di pintu pengeluaran yang masih tersisa itu, akan habis sama sekali, kalau dalam dua bulan di daerah tangkapan air Waduk Pacal tidak turun hujan. Namun, lanjutnya, kalau dalam sebulan tidak turun hujan, air di waduk yang akan tersisa sekitar 400 meter kubik, walaupun pintu pengeluaran ditutup, sebab, air tetap keluar melalui bangunan cor di pintu pengeluaran yang rusak sebesar 0,223 meter kubik/detik. "Kalau air yang ada di waduk masih ada sekitar 400 meter, kemudian turun hujan bangunan waduk masih aman," katanya, menjelaskan. Hal senada disampaikan Kepala Bidang Operasi dan Pemeliharaan (OP) Dinas Pengairan Bojonegoro Hefdi Taufik, yang juga mengatakan, bangunan bendungan Waduk Pacal, rawan rusak, kalau tidak segera turun hujan. Pertimbangannya, menurut dia, sesuai standar operasional (SOP) waduk itu, debit air di dalam waduk yang harus tersisa minimal sekitar 600 meter kubik. "Keberadaan air di dalam waduk untuk mengatur keseimbangan tekanan di bangunan bendungan waduk," katanya, mengungkapkan. Berdasarkan data di kantor Dinas Pengairan, Waduk Pacal, memiliki daerah irigasi pertanian seluas 16.624 hektare di sejumlah desa di Kecamatan Sukosewu, Balen, Kapas, Sumberrejo, Kepohbaru, dan Baureno. Waduk yang pada awal dibangun Belanda pada 1933 itu mampu menampung air hujan 42 juta meter lebih kubik, sekarang kemampuan daya tampungnya menurun hanya sekitar 23 juta meter kubik. UPT Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Bengawan Solo di Bojonegoro, memperkirakan sedimen yang masuk waduk mencapai 15 ribu meter kubik per tahun, akibat rusaknya daerah tangkapan air di wilayah setempat. (*)

Pewarta:

Editor : Endang Sukarelawati


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012