Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya telah menampung seluruh masukan yang datang dari pihak Persatuan Perusahaan Periklanan (P3I) Jawa Timur terkait rasionalisasi pajak reklame.
"Kami menyempurnakan apa-apa saja pelayanan khusus di reklame, ini membuat kami banyak catatan. Komplain-komplain perlu kami dengar," kata Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Febrina Kusumawati di Surabaya, Sabtu.
Salah satu yang disampaikan oleh pelaku usaha jasa periklanan, kata dia, yakni perihal besaran tarif yang nantinya disesuaikan.
Sebab, kata dia, masukan tersebut juga menjadi bahan pertimbangan untuk dituangkan di dalam Peraturan Wali Kota (Perwali) Surabaya terbaru.
"Makanya itu menjadi tugas kami bagaimana kata para pelaku usaha, kemudian fakta seperti apa, data ditemukan seperti apa, kemudian akan kami formulasikan," ujarnya.
Perwali yang akan diterbitkan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya merupakan turunan dari Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Pada perda itu tarif pajak reklame masih sebesar 25 persen.
Sedangkan untuk perwali yang mengatur nilai sewa reklame terakhir diputuskan pada tahun 2010.
"Insya Allah kalau seperti ini kami coba sempurnakan langkah dan segala macam, sampai kepada cost yang nanti dituliskan ke dalam perwali," ujarnya.
Penyesuaian hitung-hitungan pajak reklame terbaru untuk menopang pembangunan Kota Surabaya.
"Pasti harga yang harus kami upgrade, jadi kami juga telah melihat teman-teman dukungannya seperti apa untuk penghitungannya," ucapnya.
Sementara, Sekretaris Umum P3I Jawa Timur Agus Winoto berharap rasionalisasi pajak reklame tidak memberatkan pelaku usaha, karena kondisi saat ini masih belum sepenuhnya pulih setelah pandemi COVID-19.
Karena itu, pihaknya meminta agar ada detail rincian besaran tarif dan pajak di dalam aturan terbaru.
"Kami tidak mempersulit, kalau memang mau naik, naik berapa persen? Sehingga, industri ini bisa menoleransi dan memahami. Kalau pajaknya tinggi tidak bisa apa-apa," ucap Agus.
Agus menyebut Pemkot Surabaya telah memberikan ruang kepada para pelaku usaha jasa reklame untuk menyuarakan aspirasi dan pandangan perihal rasionalisasi yang dilakukan.
"Kami siap mendukung pembangunan, namun kalau lebih dari itu 25 persen, kami tidak mampu," ucapnya.
Peneliti dari Laboratorium Pengkajian dan Pengembangan Perpajakan, Akuntansi, dan Sistem Informasi (LPPAPSI) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Elia Mustikasari menyatakan pajak iklan tidak boleh memberatkan pelaku usaha, agar potensi pemasukan daerah tidak hilang.
"Ketika tarif tersebut diputuskan, pengusaha reklame harus tahu komponennya apa saja dan dasar perhitungan dari mana," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024
"Kami menyempurnakan apa-apa saja pelayanan khusus di reklame, ini membuat kami banyak catatan. Komplain-komplain perlu kami dengar," kata Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Febrina Kusumawati di Surabaya, Sabtu.
Salah satu yang disampaikan oleh pelaku usaha jasa periklanan, kata dia, yakni perihal besaran tarif yang nantinya disesuaikan.
Sebab, kata dia, masukan tersebut juga menjadi bahan pertimbangan untuk dituangkan di dalam Peraturan Wali Kota (Perwali) Surabaya terbaru.
"Makanya itu menjadi tugas kami bagaimana kata para pelaku usaha, kemudian fakta seperti apa, data ditemukan seperti apa, kemudian akan kami formulasikan," ujarnya.
Perwali yang akan diterbitkan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya merupakan turunan dari Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Pada perda itu tarif pajak reklame masih sebesar 25 persen.
Sedangkan untuk perwali yang mengatur nilai sewa reklame terakhir diputuskan pada tahun 2010.
"Insya Allah kalau seperti ini kami coba sempurnakan langkah dan segala macam, sampai kepada cost yang nanti dituliskan ke dalam perwali," ujarnya.
Penyesuaian hitung-hitungan pajak reklame terbaru untuk menopang pembangunan Kota Surabaya.
"Pasti harga yang harus kami upgrade, jadi kami juga telah melihat teman-teman dukungannya seperti apa untuk penghitungannya," ucapnya.
Sementara, Sekretaris Umum P3I Jawa Timur Agus Winoto berharap rasionalisasi pajak reklame tidak memberatkan pelaku usaha, karena kondisi saat ini masih belum sepenuhnya pulih setelah pandemi COVID-19.
Karena itu, pihaknya meminta agar ada detail rincian besaran tarif dan pajak di dalam aturan terbaru.
"Kami tidak mempersulit, kalau memang mau naik, naik berapa persen? Sehingga, industri ini bisa menoleransi dan memahami. Kalau pajaknya tinggi tidak bisa apa-apa," ucap Agus.
Agus menyebut Pemkot Surabaya telah memberikan ruang kepada para pelaku usaha jasa reklame untuk menyuarakan aspirasi dan pandangan perihal rasionalisasi yang dilakukan.
"Kami siap mendukung pembangunan, namun kalau lebih dari itu 25 persen, kami tidak mampu," ucapnya.
Peneliti dari Laboratorium Pengkajian dan Pengembangan Perpajakan, Akuntansi, dan Sistem Informasi (LPPAPSI) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Elia Mustikasari menyatakan pajak iklan tidak boleh memberatkan pelaku usaha, agar potensi pemasukan daerah tidak hilang.
"Ketika tarif tersebut diputuskan, pengusaha reklame harus tahu komponennya apa saja dan dasar perhitungan dari mana," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024