Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, memberikan premi jaminan sosial BPJS Ketenagakerjaan kepada sebanyak 11.498 orang kader posyandu sebagai bentuk apresiasi karena dilibatkan langsung penanganan stunting dengan memantau perkembangan tumbuh kembang bayi dan ibu hamil.

"Ini apresiasi kepada para kader yang terus dan akan mendampingi para balita dan ibu hamil. Saya harap, para kader posyandu akan lebih terpacu bersama kami melakukan penanganan agar Banyuwangi bisa segera zero stunting," ujar Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani usai menyerahkan secara simbolis premi BPJS Ketenagakerjaan di Banyuwangi, Rabu.

Sebanyak 11.498 kader posyandu dari 2.310 posyandu di Banyuwangi dilibatkan Pemkab Banyuwangi untuk memantau tumbuh kembang bayi dan kondisi ibu hamil yang ada di wilayahnya. Mereka diberikan kewajiban melakukan pemantauan secara intensif khususnya kepada bayi stunting dan ibu hamil yang memiliki risiko tinggi.

"Tidak hanya kader posyandu, kami juga dibantu kader dasawisma dalam melakukan pemantauan. Bahkan kader dasawisma juga telah terbiasa aktif melakukan pendataan kondisi sosial, ekonomi dan kesehatan rumah tangga yang ada di wilayahnya. Mereka yang akan bertanggungjawab melakukan pendataan secara real time lewat aplikasi Banyuwangi Tanggap Stunting," kata Ipuk.

Menurut Bupati Ipuk, untuk penanganan stunting harus bersama-sama bergandengan tangan baik secara preventif maupun penanganan langsung.

"Terima kasih kepada kader yang terus kerja membangun Banyuwangi di sektor kesehatan," kata Ipuk.

Pemkab Banyuwangi juga telah mengalokasikan anggaran Rp7 miliar untuk percepatan penurunan stunting tahun 2023. Anggaran tersebut dialokasikan ke 25 kecamatan secara proporsional untuk intervensi nutrisi ke ibu hamil risiko tinggi (bumil risti) dan bayi di bawah dua tahun.

Dalam pelaksanaannya, di setiap kecamatan telah dibentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) yang diketuai Camat bersama kepala puskesmas, dengan anggota tenaga kesehatan, dan elemen kader. Kecamatan bekerja sama dengan warung atau penjual sayur keliling (mlijoan) untuk menyalurkan makanan bernutrisi, seperti telor, ikan, ayam, daging kepada bayi dan ibu hamil risiko tinggi.

"Kader posyandu khusus kami libatkan untuk monev intervensi pemberian makanan tambahan (PMT). Mereka akan mendampingi dan memastikan PMT yang kami berikan dikonsumsi oleh ibu hamil risiko tinggi, dan balita di bawah dua tahun yang rentan mengalami stunting," ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Ipuk juga meminta para camat untuk mengkoordinasikan seluruh pemangku kepentingan di wilayahnya untuk percepatan penanganan stunting.

"Selain kader, warung, maupun penjual sayur keliling, libatkan juga duta sekolah untuk mencegah terjadinya pernikahan dini. Ingat, stunting juga bisa disebabkan oleh faktor ini," tuturnya.

Sementara itu, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuwangi, Amir Hidayat menyebutkan berdasar data angka stunting pada tahun 2022 sebanyak 2.704 jiwa. Jumlah tersebut jauh menurun dari tahun sebelumnya yakni sebanyak 4.371 jiwa. Terjadi penurunan secara signifikan hampir kurang lebih 50 persen.

"Dari jumlah 2.704 jiwa tersebut terdapat jumlah sasaran prioritas yakni 1.296 jiwa, terdiri dari 792 bayi stunting di bawah 2 tahun dari keluarga miskin (0-2) stunting. Selain itu terdapat sekitar 504 bumil risti dari keluarga miskin. Setiap hari mereka mendapat alokasi Rp15.000 atau Rp450.000 sebulan selama setahun untuk menambah asupan nutrisi mereka," katanya. (*)

Pewarta: Novi Husdinariyanto

Editor : Abdul Hakim


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023