Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menyebut kasus Human Immunodeficiency Virus (HIV) di wilayah setempat didominasi oleh warga luar yang berobat.

"Kami memang sudah memisahkan antara orang Surabaya dan non-Surabaya, tetapi kami tidak bisa membatasi, ini kan negara Indonesia," ujar Eri Cahyadi di Surabaya, Sabtu.

Menurut dia, Pemkot Surabaya berupaya menekan penyebaran kasus HIV di Kota Pahlawan. Apalagi, Kota Surabaya yang merupakan kota metropolitan, menjadi kota rujukan untuk pengobatan pasien HIV.

Cak Eri, sapaan akrabnya, menjelaskan bahwa hal ini hampir sama dengan angka kasus COVID-19, banyak masyarakat luar dirujuk untuk melakukan pengobatan di Surabaya.

"Makanya kami hanya bisa menahan, ketika ada yang masuk ke Surabaya untuk berobat karena di sini adalah rujukan tempat orang berobat, secara otomatis orang akan jadi banyak. Tinggalnya di sini, berobatnya di sini," katanya

Ia mengatakan Dinas Pendidikan Surabaya turut mengadakan berbagai kegiatan sebagai upaya pencegahan kasus HIV di lingkungan remaja, seperti menjadi pengajar dalam kegiatan Sinau Bareng di Balai RW.

"Ngajar bareng, pemuda lintas agama, pemuda lintas suku sebenarnya ini untuk menyatukan semua ini. Dengan kegiatan positif itulah maka kita akan terhindarkan dari perbuatan perbuatan yang dilarang agama, seperti tawuran, mendem (mabuk), LGBT, dan lainnya. Pasti perbuatan yang melanggar agama ada dampaknya, berarti apa? Kita kembalikan lagi pada kekuatan agamanya, apapun itu," ujar dia.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya, Nanik Sukristina sebelumnya mengatakan, sepanjang 2022, ada 663 kasus HIV di Kota Surabaya. Penyebab terjadinya penularan HIV antara lain adalah perilaku seks sesama jenis (homoseksual) sebesar 44,04 persen.

Perilaku seks berbeda jenis (heteroseksual) sebanyak 53,85 persen, dan perilaku berbagi jarum suntik tidak steril pada pengguna narkoba suntik (penasun) sebanyak 2,11 persen.

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Fiqih Arfani


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022