Produsen tahu dan tempe yang ada di Desa Sepande, Sidoarjo, Jawa Timur ,melakukan aksi mogok produksi selama tiga hari menyusul tingginya harga kedelai sebagai bahan utama pembuatan tahu dan tempe.
Ketua Primer Koperasi Produsen Tempe dan Tahu Indonesia (Primkopti) Karya Mulya Desa Sepande, Kecamatan Candi, Sukari mengatakan aksi itu dilakukan selama tiga hari mulai hari ini, Senin.
"Tren harga kedelai terus mengalami kenaikan. Pemerintah tidak bisa mengendalikan mekanisme pasar kedelai. Apalagi sebagian besar kedelai di pasar Indonesia merupakan kedelai impor,” ujarnya.
Ia mengatakan, saat ini harga kedelai impor berkisar antara Rp11.000 hingga Rp11.500 per kilogram dan tergolong mahal dari harga sebelumnya pada kisaran Rp9 ribu per kilogram.
"Harga tersebut terbilang mahal untuk mendapatkan keuntungan, karena biasanya menggunakan kedelai dengan harga di bawah Rp10 ribu per kilogram," ujarnya.
Ia mengatakan, untuk mengurangi kerugian yang lebih besar terpaksa harus mengurangi ukuran dan menaikkan harga dari sebelumnya dijual Rp5.ribu kini dijual Rp6 ribu per potong.
Mogok produksi ini, kata Sukari, selain digelar oleh produsen tempe tahu di Sepande, juga digelar di tiga Kopti lain di Sidoarjo.
“Ratusan perajin mogok serentak,” katanya.
Kopti Karya Mulya yang menaungi 268 produsen tempe tahu, Kopti Bakti Makmur Taman menaungi 200 produsen, dan Kopti Sumber Rejeki Jabon 100 produsen.
"Semuanya kompak mogok produksi," ucapnya.
Dia berharap agar pemerintah lebih memperhatikan perdagangan kedelai karena selama ini tata niaga perdagangan kedelai dilepas ke swasta murni.
"Karena kedelainya impor jadi yang menentukan harga memang dari swasta dan perdagangan internasional," ujarnya.
Ketiga Kopti tersebut, kata dia, membutuhkan 7 hingga 8 ton kedelai per hari. Sukari meminta solusi jangka pendek pemerintah untuk memberikan subsidi selama tiga sampai empat bulan ke depan.
Sedangkan sebagai solusi jangka panjang, Sukari berharap agar pemerintah melakukan swasembada, meningkatkan kualitas dan produktivitas kedelai lokal.
“Agar ketergantungan akan kedelai impor menjadi berkurang. Karena kalau tidak impor itu sangat tidak mungkin," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022
Ketua Primer Koperasi Produsen Tempe dan Tahu Indonesia (Primkopti) Karya Mulya Desa Sepande, Kecamatan Candi, Sukari mengatakan aksi itu dilakukan selama tiga hari mulai hari ini, Senin.
"Tren harga kedelai terus mengalami kenaikan. Pemerintah tidak bisa mengendalikan mekanisme pasar kedelai. Apalagi sebagian besar kedelai di pasar Indonesia merupakan kedelai impor,” ujarnya.
Ia mengatakan, saat ini harga kedelai impor berkisar antara Rp11.000 hingga Rp11.500 per kilogram dan tergolong mahal dari harga sebelumnya pada kisaran Rp9 ribu per kilogram.
"Harga tersebut terbilang mahal untuk mendapatkan keuntungan, karena biasanya menggunakan kedelai dengan harga di bawah Rp10 ribu per kilogram," ujarnya.
Ia mengatakan, untuk mengurangi kerugian yang lebih besar terpaksa harus mengurangi ukuran dan menaikkan harga dari sebelumnya dijual Rp5.ribu kini dijual Rp6 ribu per potong.
Mogok produksi ini, kata Sukari, selain digelar oleh produsen tempe tahu di Sepande, juga digelar di tiga Kopti lain di Sidoarjo.
“Ratusan perajin mogok serentak,” katanya.
Kopti Karya Mulya yang menaungi 268 produsen tempe tahu, Kopti Bakti Makmur Taman menaungi 200 produsen, dan Kopti Sumber Rejeki Jabon 100 produsen.
"Semuanya kompak mogok produksi," ucapnya.
Dia berharap agar pemerintah lebih memperhatikan perdagangan kedelai karena selama ini tata niaga perdagangan kedelai dilepas ke swasta murni.
"Karena kedelainya impor jadi yang menentukan harga memang dari swasta dan perdagangan internasional," ujarnya.
Ketiga Kopti tersebut, kata dia, membutuhkan 7 hingga 8 ton kedelai per hari. Sukari meminta solusi jangka pendek pemerintah untuk memberikan subsidi selama tiga sampai empat bulan ke depan.
Sedangkan sebagai solusi jangka panjang, Sukari berharap agar pemerintah melakukan swasembada, meningkatkan kualitas dan produktivitas kedelai lokal.
“Agar ketergantungan akan kedelai impor menjadi berkurang. Karena kalau tidak impor itu sangat tidak mungkin," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022