Malang (Antara Jatim) - Pakar transportasi Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur, Prof Ahmad Wicaksono, menyatakan transportasi massal untuk mengatasi kemacetan di kota itu idealnya adalah monorel, bukan kereta gantung seperti yang digagas oleh pemkot setempat. "Monorel investasinya memang lebih mahal ketimbang kereta gantung, namun tingkat keamanan dan kenyamanannya jauh lebih baik monorel. Kami sudah menyampaikan kajian ini pada pak wali kota, namun karena terbentur biaya, kereta gantung akhirnya menjadi pilihan," kata dosen Fakultas Teknik Universitas Brawijaya (UB) tersebut di Malang, Jumat. Sebenarnya, tegas Ahmad Wicaksono yang akrab dipanggil Sony itu, kalau berbicara transportasi massal, Kota Malang ini sudah sangat terlambat, namun kalau tidak dilakukan dan diawali sekarang akan semakin parah, sebab laju kendaraan terus meningkat. Lebih lanjut, Sony mengatakan transportasi massal kereta gantung investasinya lebih murah, namun jaraknya tidak terlalu panjang karena jarak maksimal hanya 5 kilometer dan jarak antarbentang kolom atau tiang harus memenuhi standar antara 500-800 meter, sehingga harus ada beberapa terminal kalau kereta gantung itu menghubungkan Kota Malang dan Kota Batu. Tinggi tiang kereta gantung, katanya, idealnya sekitar 10 meter agar tidak menganggu jaringan listrik dan topografinya daerah pegunungan dan kecematannya hanya antara 10 hingga 20 kilometer per jam. Hanya saja, kalau macet harus ada listrik cadangan dan membutuhkan waktu cukup lama, tapi kalau monorel akan lebih efektif dan efesien waktu. Akan tetapi, lanjutnya, aturan atau payung hukum untuk transportasi massal harus mulai dipikirkan, termasuk didalamnya ada klausal tentang pembatasan penggunaan kendaraan melalui sistem parkir yang dibatasi jam, pajak jalan di titik-titik tertentu dengan menggunakan kartu seperti masuk jalan tol atau parkir kendaraan pribadi di lokasi tertentu, bahkan untuk menuju tempat kerja atau tujuan selanjutnya harus menggunakan transportasi massal. "Sebenarnya banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengurangi kemacetan di tengah kota, selain penggunaan transportasi massal juga perlu adanya peraturan yang secara otomatis membatasi penggunaan kendaraan pribadi karena untuk melebarkan jalan sudah tidak mungkin lagi," ujarnya. (*)

Pewarta:

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014