Oleh Riza Harahap
Jakarta (Antara) - Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) menolak usulan pemilu kepala daerah dikembalikan ke DPRD karena dinilai tidak sesuai dengan amanat reformasi.
"Pilkada langsung yang melibatkan partisipasi rakyat secara langsung adalah salah satu hasil perjuangan reformasi tahun 1998. Karena itu, pilkada langsung yang lebih transaparan ini, jangan sampai dikembalikan ke DPRD," kata Ketua Apkasi Isran Noor di Jakarta, Minggu.
Menurut dia, mengembalikan pilkada langsung ke DPRD itu berarti sama dengan "perampokan" terhadap hak-hak politik rakyat.
Kalau kepala daerah dipilih oleh DPRD, kata dia, nantinya para bupati dan wali kota akan sibuk hanya mengurusi DPRD, bukan memperhatikan rakyat, karena kepala daerah itu merasa berhutang budi kepada DPRD yang telah memilihnya.
"Hal ini pernah terjadi pada penerapan UU No 22 Tahun 1999 tentang Pilkada. Saat itu terjadi instabiltas di beberapa pemerintahan daerah, akibat semua aktivitas kepala daerah di-'ganggu' oleh DPRD," katanya.
Bupati Kutai Timur Kalimantan Timur ini menambahkan, bahkan dua hari sebelum memberikan laporan pertanggungjawaban (LPJ), sudah ditolak oleh DPRD, karena dinilai tidak sesuai dengan kepentingan DPRD.
"Ini terjadi pada Wali Kota Bontang," kata Isran.
Isran menyarankan agar partai politik dan DPR RI yang saat ini sedang membahas RUU Pilkada tidak melakukan langkah mundur.
Jika DPR RI mengembalikan pilkada ke DPRD, kata dia, maka seluruh pengurus Apkasi, APPSI, dan masyarakat akan melakukan gugatan uji materi ke Mahkamah konstitusi (MK).
"Saya beserta seluruh pengurus Apkasi dan APPSI akan mengggugat ke MK, dan saya meyakini MK akan mengabulkannya karena RUU itu telah mencederai dan merampok hak-hak politik rakyat. Apalagi, jika rakyat se-Indonesia protes dan demo, maka Pemerintah dan DPR RI bisa lumpuh," kata Isran.
Isran Noor menegaskan, usulan mengembalikan pilkada ke DPRD karena pilkada langsung biayanya mahal, terjadi konflik horisontal, banyak politik uang, terjadi korupsi, dan pasangan kepala daerah pecah kongsi di tengah jalan, itu adalah kesimpulan yang mengada-ada.
Menurut Isran, Apkasi menyarankan agar pilkada tetap diselenggarakan secara langsung tapi sistemnya diperbaiki guna
meminimalisir dampak negatif yang terjadi.
Apalagi, kata dia, tidak ada bukti bahwa korupsi, konflik horizontal, politik uang, dan pecah kongsi itu merupakan dampak dari pilkada langsung. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014