Bondowoso (ANTARA) - Kekuatan atau postur TNI di era Presiden Prabowo Subianto terus memperlihatkan kelasnya sebagai kekuatan militer yang diperhitungkan, setidaknya di kawasan.
Sesuai pemeringkatan kekuatan militer oleh Global Firepower/GFP-2025, kekuatan militer Indonesia berada di peringkat 13 dunia dan di Asia Tenggara menduduki peringkat tertinggi.
Presiden Prabowo Subianto, yang berlatar belakang militer, terus menggenjot modernisasi alat utama sistem persenjataan atau alutsista, seperti pesawat tempur untuk TNI Angkatan Udara, kapal perang untuk TNI Angkatan Laut, dan tank untuk TNI Angkatan Darat.
Tampilan terbaru dari modernisasi alutsista TNI adalah datangnya pesawat angkut multifungsi atau multimisi A400M. Pesawat yang akan bermarkas di Pangkalan Udara (Lanud) Halim Perdanakusuma Jakarta ini merupakan jenis pesawat angkut untuk mobilisasi pasukan dan peralatan tempur.
Meskipun masuk dalam klasifikasi sebagai pesawat angkut, A400M ini juga berfungsi untuk mengisi bahan bakar pesawat tempur di udara serta dilengkapi senjata untuk melakukan penyerangan.
Selain itu, Presiden Prabowo Subianto juga menginginkan pesawat A400M menjadi ambulans udara, sehingga dapat berfungsi untuk menjalankan operasi kemanusiaan.
Selain A400M, pemerintah Indonesia juga akan melanjutkan proyek pengadaan pesawat tempur TNI AU, yakni KF-21 Boramae, bekerja sama dengan Korea Selatan.
Presiden RI Prabowo Subianto saat menghadiri KTT APEC 2025, Gyeongju, Korea Selatan, telah membahas kelanjutan proyek kemitraan pertahanan tersebut dengan Presiden Korea Selatan Lee Jae Myung.
Untuk TNI AL, kini ada wacana Indonesia akan memiliki kapal induk ringan. Sebelumnya, TNI AL juga telah memiliki kapal perang terbaru, seperti KRI Brawijaya 320, sebagai kapal perang terbesar se-Asia Tenggara.
Bahkan, TNI AL juga tengah merancang pembuatan kapal selam tanpa awak, bekerja sama dengan PT PAL. Proyek pengadaan kapal selam ini juga membuktikan bahwa bangsa kita semakin menunjukkan kemampuannya menjadi negara industri untuk pengadaan alutsista canggih.
Untuk TNI Angkatan Darat, Indonesia bekerja sama dengan Turki telah memproduksi tank Harimau. Tank generasi baru di kelas medium ini dilengkapi sistem persenjataan serta teknologi canggih.
Selain alutsista, keunggulan utama sistem pertahanan Indonesia adalah prajuritnya yang dikenal tangguh dan disegani di seluruh dunia. Prajurit terbaik yang dimiliki TNI dan kemampuannya dikagumi dunia adalah prajurit Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD. Indonesia juga memiliki prajurit tangguh dari matra lain yang jarang terekspos, seperti Komando Pasukan Gerak Cepat (Kopasgat) TNI AU, dan Detasemen Jalamangkara (Denjaka) TNI AL.
Dari sisi organisasi, TNI juga mengembangkan satuan-satuan, seperti Kopassus, Kopasgat, dan Marinir, yang kini setara dengan organisasi Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad). Pemimpin satuan yang sebelumnya berbintang dua dengan sebutan komandan jenderal atau komandan korps, dinaikkan menjadi bintang dua dengan sebutan panglima.
Sebagai konsekuensi dari pengembangan organisasi, sejumlah komando utama operasi juga ditambah, dari awalnya hanya bertumpu pada kawasan barat dan timur, kini menjadi tiga, dengan tambahan wilayah tengah.
Menyauti perkembangan global karena perkembangan teknologi informasi, Indonesia, kini juga dilengkapi dengan kekuatan pasukan siber atau satuan siber (satsiber).
Secara global, kecenderungan perang masa depan akan banyak beralih dari konvensional ke ranah siber. Karena itu, mantan Ketua DPR Bambang Soesatyo mendorong pemerintah segera memperkuat pertahanan siber negara dengan menjalani dua langkah strategis.
Kedua langkah strategis tersebut adalah meratifikasi United Nations Convention Against Cybercrime yang baru saja disahkan Majelis Umum PBB dan mempercepat pengesahan Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS).
Terlepas dari kecenderungan ancaman pertahanan di masa depan yang lebih mengarah ke ranah pertempuran siber, jati diri TNI sebagai tentara rakyat tidak boleh ditinggalkan.
Sistem pertahanan rakyat yang dipilih oleh Indonesia mengharuskan TNI untuk selalu dan terus dekat dengan rakyat.
Kemanunggalan TNI dengan rakyat ini, bukan saja rakyat terlibat langsung dalam upaya pertahanan negara dari serangan musuh, baik lewat perang konvensional maupun siber, melainkan bagaimana rakyat mampu membentengi diri dari pengaruh musuh yang berusaha menghancurkan negara kita dari dalam.
Pembangunan postur TNI yang memperkuat ketahanan negara dari dalam dapat kita lihat dari pembangunan batalyon infanteri teritorial di setiap wilayah. Batalyon ini dilengkapi dengan kompi-kompi yang berurusan langsung dengan kepentingan rakyat, seperti pertanian, peternakan, perikanan, dan lainnya.
Keberadaan batalyon ini adalah bagian dari upaya untuk membangun ketahanan negara melalui sistem semesta.
Dari batalyon infanteri teritorial, semua unsur pertahanan negara digarap oleh TNI bersama dengan rakyat, seperti pangan dan penguasaan wilayah, serta pertahanan secara mental dan spiritual. Pertahanan dari aspek mental agar seluruh rakyat tetap setia pada negara dan bangsa adalah benteng pertahanan tak kasat mata yang berhitung seribu kali untuk mengganggu Indonesia.
Pertahanan rakyat semesta, dengan praktik perang gerilya yang digagas oleh Jenderal Besar (Pur) Abdul Haris Nasution melawan penjajah pada perang merebut Kemerdekaan RI menjadi bukti bagaimana kekuatan kemanunggalan memiliki kekuatan luar biasa melawan musuh.
Konsep perang gerilya itu menginspirasi tentara Viet Cong di Vietnam melawan tentara Amerika Serikat pada 1970-an.
