Bondowoso (ANTARA) - Sistem pendidikan yang berorientasi pada pengembangan kemampuan siswa secara komprehensif dan jangka panjang terus diikhtiarkan oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kenendukdasmen), salah satunya melalui program guru wali.
Selama ini, pendampingan siswa di sekolah menengah biasanya dikerjakan oleh wali kelas atau guru Bimbingan Konseling (BK), sehingga kurang efektif untuk membersamai siswa secara mendalam.
Wali kelas, selain sebagai guru mata pelajaran tertentu juga harus mengampu 36 siswa dan hanya berlangsung satu tahun, sedangkan guru BK sedikitnya menangani 150 siswa untuk diampu 24 jam mengajar dalam satu pekan. Dengan banyaknya siswa yang harus ditangani, maka pendampingan menjadi kurang maksimal.
Sementara itu, guru wali yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Permendikdasmen) Nomor 11 Tahun 2025 tentang "Pemenuhan Beban Kerja Guru" dapat memberikan pelayanan menyeluruh untuk pengembangan potensi siswa. Seorang guru wali, misalnya mengampu 20 siswa yang dibersamai hingga semua lulus.
Permen yang mulai berlaku 1 Juli 2025 ini menugaskan semua guru untuk melakukan pendampingan melekat terkait akademik siswa, pembinaan karakter dan keterampilan hidup selama seorang anak atau beberapa anak masih berstatus sebagai siswa di sekolah tersebut.
Semua guru di satu sekolah, mulai dari jenjang di sekolah menengah pertama (SMP) hingga sekolah menengah atas (SMA), diberi tugas menjadi guru wali, dengan mendampingi sejumlah murid atau semacam siswa asuh.
Tugas guru wali ini berbeda dengan wali kelas atau guru BK. Wali kelas bertugas
mengelola dan membina kelas secara umum dan lebih ke ranah administratif, sedangkan guru BK menangani persoalan-persoalan yang dihadapi anak hanya dalam waktu tertentu.
Untuk menyiapkan para pendidik mampu melaksanakan tugas sebagai guru wali, sekolah menyediakan pelatihan bagi guru, seperti yang telah dilakukan oleh SMA Negeri 2 Bondowoso, Jawa Timur, beberapa waktu lalu.
Para guru di SMA itu mengikuti pelatihan dari lembaga profesional yang memberi wawasan kepada para pendidik tentang seluk-beluk membersamai siswa, termasuk menemukan "nilai diri" si siswa asuh yang merupakan modal utama seorang anak menapaki masa depan, sesuai dengan "passion" atau yang paling mewakili jiwannya.
Seorang guru wali diberi waktu oleh pemimpin sekolah untuk bertemu intensif dengan siswa binaan. Pada tahap awal, guru wali harus mampu membantu siswa menemukan "nilai diri". Nilai diri yang dimaksud adalah kelebihan pada diri si anak yang memang sudah melekat dan perlu terus ditingkatkan kualitasnya agar nilai diri itu bisa menjadi motor bagi seorang anak meniti masa depan.
Untuk menemukan nilai diri si anak, guru wali dibekali instrumen, semacam alat psikotes yang harus diisi oleh siswa. Jika hasil akhir seorang siswa menunjukkan masih ada masalah dengan diri, maka si anak harus diarahkan ke guru BK terlebih dahulu.
Anak yang masih memiliki masalah, berarti belum bisa diajak menemukan nilai dirinya untuk ditumbuhkembangkan. Meskipun demikian, bukan berarti anak tersebut tidak lagi diasuh oleh si guru wali. Pada saat bersamaan, siswa ditangani guru BK, sekaligus tetap dalam binaan guru wali.
Seorang anak, misalnya, punya nilai diri terkait seni atau olahraga dapat membahas perkembangan kemampuannya itu dengan guru wali, termasuk mengenai tantangan yang dihadapi, seperti kurangnya dukungan dari orang tua atau terkait hubungan dengan sesama anggota komunitas di dunia seni dan olahraga itu.
Guru wali dapat ikut membersamai si anak menemukan jalan keluar atau mengatasi hambatan yang dihadapi. Dengan demikian, guru wali menjadi orang tua kedua bagi si anak dalam merancang masa depannya.
Karena itu, seorang guru wali harus selalu menyediakan waktu bagi siswa asuhnya itu berkomunikasi di lingkungan sekolah, termasuk di rumah, ketika waktu jam belajar sudah habis. Guru wali memiliki tanggung jawab mendalam terhadap masa kini dan masa depan siswa asuhnya.
Lebih jauh, guru wali juga bisa menjadi tempat siswa mencurahkan isi hatinya alias curhat. Guru wali juga bertugas menjadi penghubung siswa dengan guru bidang studi, sesama siswa, atau siswa dengan orang tua.
Sebagai pendamping intensif, seorang guru wali harus berpegang pada prinsip menghadirkan rasa nyaman dan aman bagi si siswa asuh. Guru wali tidak boleh mengeluarkan pernyataan penghakiman terhadap masalah yang disampaikan siswa asuhnya.
Bahkan, ketika siswa asuh menyampaikan sesuatu dan belum ada tanda-tanda si siswa memerlukan tanggapan, si guru wali juga harus mampu menahan untuk hanya menjadi pendengar yang baik. Dalam bahasa agama, guru asuh harus sering "bersedekah telinga" bagi siswa-siswa asuhnya itu.
Program guru wali, hakikatnya berangkat dari paradigma bahwa seorang anak, khususnya remaja, memerlukan pendampingan intensif untuk menggapai cita-cita di masa depan.
Guncangan-guncangan jiwa sering datang pada jiwa seseorang remaja. Jika tidak dibersamai dengan tepat, boleh jadi si remaja itu akan terjerumus pada kondisi putus asa yang menghambat masa depannya.
Guru wali hadir menemani, sehingga si siswa tidak merasa berjalan sendirian menapaki jalan setapak dan licin untuk mencapai puncak cita-cita. Guru wali menemani siswa menjadi generasi unggul pengisi masa, sekaligus aktor utama dari tujuan besar bangsa, menuju Indonesia Emas 2045.
