Surabaya - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Surabaya mendukung sistem pekerja alih daya segera dihapuskan karena besaran upah yang diterima setiap buruh dari sejumlah perusahaan tidak sesuai dengan biaya hidup mereka. "Sistem kerja 'outsourcing' hanya menyerap tenaga buruh. Pada jangka panjang tidak memberikan jaminan pasti terhadap masa depan kalangan buruh," kata Ketua Kadin Surabaya, Jamhadi, di Surabaya, Sabtu. Menurut dia, sistem kerja alih daya bisa diterapkan bagi mereka yang menempati posisi manajer sampai setingkat direksi. Apalagi, pendapatan di tingkat manajer ke atas lebih besar dibandingkan buruh. "Kalau diterapkan di level manajer ke bawah tentu saja tidak tepat, kecuali upah mereka lebih besar dibandingkan biaya hidupnya sehari-hari," tegasnya. Mengenai demo buruh di Jawa Timur termasuk di Surabaya, ia menyatakan, hal tersebut wajar dilaksanakan oleh kalangan buruh. Apalagi, secara rutin dilakukan pada akhir tahun di mana saat itu mulai dirancang besaran Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di 38 kabupaten/kota di Jatim. "Kami pernah bertemu dengan beberapa pengusaha asal China. Di negara tersebut, demo buruh juga pernah terjadi tapi sekitar 10 tahun lalu. Tidak seperti di Indonesia, setiap tahun demo," katanya. Minimnya aksi buruh guna menuntut UMK yang layak di China, tambah dia, dipicu oleh lebih rendahnya UMK buruh di China dibandingkan di Indonesia dan selisihnya mencapai 50 persen. "Kondisi itu tentunya bisa diteladani oleh Pemerintah Indonesia. Penyebabnya, kini saat perekonomian China membaik justru UMK buruh di sana 2,5 kali lipat lebih besar daripada di Indonesia," katanya. Walau demikian, kata dia, saat ini banyak investor justru berlomba masuk ke Indonesia seperti India, Thailand, dan Vietnam. Mereka memiliki minat sangat besar menanamkan modal di Indonesia karena upah buruh di dalam negeri murah. "Bahkan, bisa meminimalkan ongkos produksi mereka," katanya. Namun, lanjut dia, ketika aksi buruh terjadi secara terus-menerus Kadin Surabaya khawatir lama-kelamaan hal tersebut bisa membuat sejumlah investor pergi dari Indonesia. Lalu, mereka lebih memilih negara lain sebagai titik investasi baru. "Terkait daya tarik investasi di Surabaya, kami menilai sampai sekarang belum sesuai harapan. Bisa dikatakan investasi di Surabaya sepi," katanya. Hal itu, imbuh dia, dikarenakan belum adanya pengesahan Rencana Tata Ruang Wilayah/RTRW sebagai kepastian penanaman modal bagi setiap investor. Di sisi lain, iklim investasi di Surabaya kalah dengan kota maupun kabupaten lain di Jatim seperti Gresik, Mojokerto, Lamongan, dan Jombang. (*)
Kadin Dukung Sistem Kerja Alih Daya Dihapuskan
Sabtu, 3 November 2012 13:13 WIB