Tulungagung, Jatim (ANTARA) - Bupati Tulungagung Gatut Sunu Wibowo menegaskan komitmen pemerintah daerah untuk menormalisasi infrastruktur jalan selingkar Waduk Wonorejo yang ada di kaki lereng Gunung Wilis, Kecamatan Pagerwojo, sebagai akses wisata dan jalur strategis pertanian.
Pernyataan itu disampaikan menanggapi aksi unjuk rasa ratusan warga Desa Wonorejo, Senin, yang menuntut perbaikan infrastruktur jalan sepanjang lebih dari 10 kilometer.
Menurut Gatut, jalur di sekitar waduk bukan aset tunggal Pemkab, melainkan terbagi menjadi wilayah di bawah pengelolaan Perum Jasa Tirta (PJT) I, Perhutani, dan jalan desa.
"Kalau Pemkab langsung memperbaiki, ada konsekuensi hukum. Namun kami siap mengawal aspirasi warga dan menjadi jembatan agar ada kesepakatan lintas instansi," katanya.
Bupati menyebut perbaikan jalur itu penting untuk mendukung pariwisata Waduk Wonorejo—salah satu sumber air terbesar di Jawa Timur dan memperlancar aktivitas ekonomi masyarakat.
Ia berencana melakukan lobi politik ke DPR RI dan Kementerian PUPR agar program normalisasi jalan dapat masuk prioritas nasional, mengingat jalur tersebut juga berperan menjaga keamanan bendungan dan mendukung ketahanan pangan kawasan hilir Brantas.
Wakil Ketua DPRD Tulungagung Ali Masrup menegaskan lembaganya siap menindaklanjuti aspirasi warga.
"Kami akan komunikasi ke kementerian terkait. Anggaran pusat memang sedang efisiensi, tetapi kebutuhan jalan ini mendesak," ujarnya.
Dari sisi teknis, Kepala Subdivisi PSDA Wilayah Sungai Brantas 2, Shony Heriyono, menjelaskan perbaikan sudah berjalan bertahap: 600 meter pada 2023, 2 kilometer pada 2024, dan 1 kilometer pada 2025.
"Kami menargetkan 3,7 kilometer tambahan pada 2026–2027. Sebagian ruas sepanjang 5,5 kilometer berada di lahan Perhutani sehingga perlu izin khusus," paparnya.
Shony menambahkan, forum koordinasi bersama Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas, Perhutani, PJT, dan Pemkab akan disiapkan untuk memadukan rencana pendanaan dan teknis.
Hal itu dilakukan agar jalur selingkar waduk bisa berfungsi optimal sebagai akses wisata, distribusi pertanian, dan jalur evakuasi saat darurat bendungan.
Warga mengingatkan bahwa bila tuntutan tidak direspons, mereka siap menggelar aksi lanjutan di DPRD, memblokir jalur wisata, hingga menunda pembayaran pajak daerah.
