Malang - Pengamat militer Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Dr Muhadjir Effendi menyatakan, keberadaan Rancangan undang-undang (RUU) Keamanan Nasional ("Kamnas") menjadi perekat bagi UU lainnya, seperti UU Intelijen. "Saya rasa RUU Kamnas yang diajukan pemerintah ke DPR RI ini tidak akan 'overlapping' dengan UU lainnya, justru akan saling mengisi dan melengkapi dengan UU yang sudah ada terutama UU Intelijen," kata Muhadjir di Malang, Senin. Menurut Muhadjir yang juga rektor UMM itu, RUU Kamnas ini juga harus mencakup tiga domain penting, yakni TNI sebagai "leader" pertahanan dan keamanan, Kepolisian sebagai tonggak penertiban serta para tokoh masyarakat, pejabat, politisi, pengusaha sebagai stabilisator. Sehingga, lanjutnya, RUU Kamnas tersebut menjadi sebuah produk bersama sebagai "National Security" yang mampu mengakomodasi berbagai lapisan, tapi jangan sampai ada kekeliruan penafsiran dari masyarakat luas. Ia berpendapat, pemerintah juga harus mampu mengalihkan perhatian jangan sampai RUU Kamnas yang sedang disosialisasikan di gedung wakil rakyat itu seolah-olah untuk memperkuat posisi TNI. Bahkan, katanya, seharusnya RUU Kamnas tersebut disahkan terlebih dahulu ketimbang UU Intelijen, bukan sebaliknya. Sebab, seharusnya UU Intelijen itu mengikuti UU Kamnas. Namun demikian, katanya, jika UU Kamnas nanti dimaksudkan sebagai payung, maka akan banyak UU yang harus disesuaikan dan disinkronkan. Apabila fungsi sebagai payung itu bisa dilakukan secara terpadu dan sistemik, dengan sendirinya UU Kamnas akan menjadi landasan bagi pembangunan sistem pertahanan dalam arti yang luas atau sistem pertahanan semesta (total defence system). Sebagai perbandingan, Singapura telah memberlakukan doktrin keamanan nasional yang didasarkan pada sistem pertahanan semesta pada 1984 (Derek Da Cuncha: Sociological Aspect of the Singapore Armed Forces). Di Singapura, konsep pertahanan juga diberi arti yang luas, meliputi lima aspek, yakni pertahanan militer (military defense), pertahanan psikologi (psychological defense), pertahanan ekonomi (economic defense), pertahanan sosial (social defense), dan pertahanan sipil (civil defense). Hanya saja, RUU Kamnas yang disodorkan pemerintah pada DPR RI tersebut banyak mendapat kritik dan ditolak oleh banyak pihak. Menteri Pertahanan, Selasa (23/10) dijadwalkan menyerahkan draft terbaru kepada Pansus RUU Kamnas setelah draft itu dikembalikan beberapa waktu lalu karena banyak catatan kritis dari 12 pihak yang diundang Komisi I. Pihak yang mengkritik antara lain Imparsial, Kontras, Komnas HAM, dan Dewan Pers. Salah satu substansi yang dikritik yakni pembentukan Dewan Keamanan Nasional untuk menjaga keamanan. Pembentukan dewan itu dikhawatirkan akan mempreteli kewenangan Polri. Pansus RUU Kamnas memutuskan mengembalikan draf RUU Kamnas ke pemerintah untuk memperbaiki sejumlah substansi yang dikritik. Sejumlah anggotanya juga mengkhwatirkan isi pasal RUU yang dinilai melanggar HAM dan hak sipil.(*)
Pengamat: RUU "Kamnas" Perekat UU Lain
Senin, 22 Oktober 2012 17:12 WIB