Sumenep - "Anggota DPRD Sumenep harus mengerahkan segala kemampuannya untuk memperjuangkan nasib petani garam rakyat. Jangan hanya diam, ketika harga garam rakyat lagi anjlok," kata Khairul Anam di Graha Paripurna DPRD Sumenep, dua pekan lalu. Ketika itu, Khairul bersama petani garam rakyat dan mahasiswa diterima oleh anggota Komisi B DPRD Sumenep, Jawa Timur, sebagai perwakilan dari massa yang berdemonstrasi guna menyoroti rendahnya harga garam rakyat. "Kalau pun upaya memperjuangkan petani garam rakyat itu harus ke Jakarta, silakan ke Jakarta. Namun, tolong, jangan ada dusta di antara kita (petani garam rakyat dengan anggota DPRD). Kami jangan dibuat sebagai mainan," ujarnya, dengan nada tinggi. Pada Rabu (12/9) itu, sejak pagi hingga siang, massa yang merupakan gabungan sejumlah organisasi petani garam rakyat di Sumenep dan mahasiswa, berdemonstrasi di depan kantor DPRD, guna menyoroti rendahnya harga jual komoditas tersebut pada musim produksi tahun ini. Mereka memulai aksi dari Jalan Raya Sumenep-Pamekasan, tepatnya di Desa Geddungan, Kecamatan Batuan, dengan tujuan ke Kantor DPRD Sumenep di Jalan Trunojoyo, sambil jalan kaki, dan sebagian naik kendaraan bermotor. Selama jalan kaki itu, sebagian massa membuang garam di sepanjang jalan raya sebagai simbol komoditas tersebut tidak dihargai secara layak. Versi pendemo, garam yang diproduksinya hanya dihargai rata-rata Rp250 perkilogram, sementara pemerintah telah menetapkan harga dasar garam rakyat Rp750 perkilogram untuk kualitas satu (KW-1) dan Rp550 perkilogram untuk KW-2. Dalam pernyataan sikapnya, petani garam rakyat di Sumenep meminta pemerintah mengembalikan harga garam rakyat sesuai dengan harga dasar yang telah ditetapkan, dan menghentikan impor garam. Kemudian, memberikan sanksi atau hukuman kepada pengusaha yang membeli garam rakyat di bawah harga dasar yang telah ditetapkan, dan membentuk badan penjamin harga dasar garam rakyat atau penyangga stabilitas garam nasional. Orator aksi, Syaiful Rahman meminta anggota DPRD Sumenep membantu perjuangan petani garam rakyat supaya harga garam rakyat itu dihargai sesuai aturan yang telah ditetapkan pemerintah. "Membantu kami adalah kewajiban bagi anggota DPRD sebagai wakil rakyat. Saat ini, petani garam rakyat sedang menjerit, akibat hasil kerja kerasnya di lahan, tidak dibeli sesuai keputusan pemerintah," kata Syaiful yang Ketua Umum Asosiasi Petani Garam Seluruh Indonesia (Apgasi). Ketika itu, setelah melalui proses negosiasi, sejumlah petani garam rakyat dan mahasiswa, diperkenankan masuk ke dalam kantor DPRD sebagai perwakilan dari massa. Mereka ditemui oleh sejumlah anggota Komisi B DPRD Sumenep di Graha Paripurna DPRD dan langsung diminta untuk menyampaikan aspirasinya. Setelah melalui dialog, salah satu hasil pertemuan antara anggota Komisi B DPRD Sumenep dengan perwakilan pendemo adalah aspirasi petani garam rakyat akan dibawa ke forum yang lebih besar, yakni dibahas bersama dengan anggota DPRD Pamekasan dan Sampang. "Persoalan petani garam rakyat di Sumenep juga terjadi di Pamekasan dan Sampang. Oleh karena itu, kami akan bertemu dulu dengan anggota DPRD Pamekasan dan Sampang supaya satu koordinasi dalam memperjuangkan aspirasi mereka," ucap Ketua Komisi B DPRD Sumenep Bambang Prayogi, ketika itu (12/9). Kemudian, pada Senin (24/9), rapat bersama yang melibatkan anggota DPRD dan perwakilan petani garam rakyat dari Sumenep, Pamekasan, dan Sampang, digelar di Graha Paripurna DPRD Sumenep. Rapat bersama yang dipimpin Wakil Ketua DPRD Sumenep Faisal Muhlis, itu menghasilkan tiga rekomendasi, yakni meminta Pemerintah Pusat menekan perusahaan membeli garam rakyat sesuai Peraturan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Nomor 02 Tahun 2011, yakni Rp750 perkilogram untuk garam rakyat kualitas satu (KW-1) dan Rp550 perkilogram untuk KW-2. Kemudian, meminta Pemerintah Pusat menghentikan atau tidak mengeluarkan kebijakan impor garam pada tahun ini dan 2013, serta pembentukan lembaga stabilisator harga garam rakyat. "Ada banyak hal signifikan yang kami hasilkan dalam rapat bersama tersebut. Namun, secara prinsip, ada tiga rekomendasi yang akan kami perjuangkan ke Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian," papar Faisal. Ia menjelaskan, pihaknya bersama anggota DPRD dan perwakilan petani garam rakyat se-Madura, yakni Sumenep, Pamekasan, dan Sampang, akan memperjuangkan tiga rekomendasi tersebut supaya direalisasikan secepatnya oleh Pemerintah Pusat. "Upaya yang dilakukan oleh kami itu didukung oleh anggota DPRD Jawa Timur yang telah berkoordinasi dengan pihak terkait di Kementerian Koodinator Bidang Perekonomian," ujarnya. Pada Selasa (25/9) ini, sejumlah anggota DPRD dan perwakilan petani garam rakyat dari Sumenep, Pamekasan, dan Sampang, ke Jakarta, untuk memperjuangkan tiga rekomendasi tersebut kepada pihak terkait di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. "Kami termasuk perwakilan petani garam rakyat yang diajak ke Jakarta. Sesuai informasi dari pimpinan Komisi B DPRD Sumenep, kami akan ditemui pihak terkait di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada Selasa siang sekitar pukul 13.00 WIB," kata Ketua Umum Paguyuban Petani Garam Rakyat Sumenep (Perras) Hasan Basri melalui telepon dari Surabaya. PT Garam Manajemen PT Garam (Persero) membutuhkan dana sekitar Rp500 miliar, guna bertindak sebagai lembaga stabilisator harga garam rakyat. Komisaris Utama PT Garam Slamet Untung Irredenta di Sumenep, Senin (24/9), menjelaskan, Pemerintah menginginkan PT Garam bertindak sebagai lembaga stabilisator harga garam rakyat supaya harga komoditas tersebut tidak anjlok. "Untuk menjadi lembaga stabilisator harga garam rakyat, kami membutuhkan dana sekitar Rp500 miliar. Itu akan digunakan untuk menyerap garam rakyat sekitar 40 persen dari produksi nasional," tuturnya. Slamet bersama sejumlah pejabat PT Garam berada di Sumenep guna menghadiri rapat bersama anggota DPRD dan perwakilan petani garam rakyat yang membahas solusi atas rendahnya harga garam rakyat. "Ketika menjadi lembaga stabilisator harga garam rakyat, kami diharuskan membeli garam rakyat sesuai Peraturan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Nomor 02 Tahun 2011, yakni Rp750 perkilogram untuk garam rakyat kualitas satu (KW-1) dan Rp550 perkilogram untuk KW-2," ujarnya. Saat ini, kata dia, pihaknya memang membeli garam rakyat sesuai harga atau mekanisme pasar, supaya tidak merugi, ketika menjalankan fungsi bisnis. "Kami tidak sendirian dalam membeli garam rakyat. Pemerintah mengamanatkan kepada kami supaya tidak rugi, ketika menjalankan fungsi bisnis. Kalau nantinya kami benar-benar difungsikan sebagai lembaga stabilisator harga garam rakyat, tentunya penghitungannya tidak akan seperti itu (bisnis)," ucapnya. Slamet mengatakan, produksi garam konsumsi (garam rakyat dan garam yang dihasilkan PT Garam) secara nasional diperkirakan sebanyak 1,4 juta ton. "Dari 1,4 juta ton itu, sekitar 350 ribu ton akan dihasilkan PT Garam. Artinya, garam rakyat sekitar 1,05 juta. Kalau nantinya menjadi lembaga stabilisator harga garam rakyat, kami berencana menyerap 40 persen. Itu konsep kami," tukasnya. Ia juga mengemukakan, hingga saat ini, pihaknya belum menjalankan fungsi sebagai lembaga stabilisator harga garam rakyat. "Sekali lagi, Pemerintah memang menginginkan kami bertindak sebagai lembaga stabilisator harga garam rakyat sebagai upaya melindungi petani garam rakyat. Teknisnya seperti apa, kami masih menunggu keputusan lebih lanjut," kata Slamet. Rapat bersama anggota DPRD dan perwakilan petani garam rakyat se-Madura yang dilaksanakan di Kantor DPRD Sumenep dan juga dihadiri manajemen PT Garam itu, merupakan tindaklanjut dari demo yang dilakukan petani garam rakyat atas rendahnya harga komoditas tersebut beberapa waktu lalu.(*)
Perwakilan Petani Garam Rakyat Akhirnya ke Jakarta
Selasa, 25 September 2012 9:52 WIB