Trenggalek - Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur mendesak pemerintah pusat mengalihkan anggaran pembebasan bea impor kedelai untuk mensubsidi petani nasional. "Daripada anggaran digunakan untulk mensubsidi bea masuk produk kedelai impor yang didominasi Amerika Serikat, lebih baik dialokasikan untuk pengembangan pertanian kedelai nasional," cetus Wakil Ketua HKTI Kabupaten Trenggakek, Joko Surono, Kamis. Ia menilai pemerintah tidak konsisten dalam mendorong program swasembada kedelai, sebagaimana dicanangkan selama ini. Buktinya, kata dia, pemerintah dinilai tidak banyak bersikap saat harga kedelai terjun bebas dari rata-rata dijual Rp5,6 ribu/kilogram menjadi Rp2 ribu-Rp3 ribu/kilogram, sementara saat harga kedelai nasional melonjak tajam hingga kisaran Rp8,2 ribu/kilogram pemerintah cepat-cepat mengambil tindakan. "Biarkan saja harga kedelai tinggi, kalau kembalinya ke petani tidak masalah. Tapi kenapa ini malah bea impor (kedelai) ditiadakan, itu kan hanya menguntungkan importir," kritiknya. Joko yang juga Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Trenggalek ini menyebut kebutuhan kedelai nasional rata-rata mencapai 800 ribu ton per tahun. Dari estimasi konsumsi kedelai nasional itu, imbuh Joko, sekitar 70 persennya dikuasai kedelai impor. Sementara kedelai lokal hanya mampu memenuhi kurang dari sepertiga kebutuhan nasional. Menurut Joko, ketidakkonsistenan pemerintah dalam mendorong produksi pertanian kedelai menyebabkan target swasembada komoditas tanaman kacang-kacangan ini bakal sulit tercapai. (*)
HKTI Trenggalek: Alihkan Subsidi Kedelai untuk Petani
Kamis, 2 Agustus 2012 14:22 WIB