Surabaya (ANTARA) - Tari Celeng yang biasanya menjadi bagian dari pertunjukan kesenian tradisional khas Jawa Timur "Jaranan" dieksplorasi ke atas panggung kontemporer.
Inilah pertunjukan Ritus Negeri Celeng oleh Dimar Dance Theater, hasil kolaborasi yang digagas organisasi kebudayaan Wisma Jerman dengan seniman Kota Surabaya, yang dipentaskan di Gedung Kesenian Cak Durasim Surabaya, Kamis (15/5) malam.
Sanggar Dimar Dance Theater didirikan oleh pasangan penari suami istri Dian Bokir asal Trenggalek, Jawa Timur dan Martina Feirtag yang berkebangsaan Jerman. Keduanya turut tampil dalam pementasan tersebut.
Dalam bahasa Jawa, Celeng berarti binatang babi hutan. Pada pertunjukan tari tradisional aslinya, para penari Celeng dengan gerak tubuhnya yang liar menggambarkan binatang rakus, serta kerap mencuri makanan dengan cara merusak lingkungan yang turut dihuni manusia.
Pentas Ritus Negeri Celeng semakin menonjolkan sisi buruk dari binatang buas itu sebagai pembelajaran agar tidak diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat.
"Di karya yang dipentaskan malam ini kita memang angkat dari sisi Celeng-nya, yang di mata masyarakat selalu dianggap hewan kotor, tidak baik dan lain sebagainya," kata Dian Bokir.
Direktur Pelaksana Wisma Jerman Mike Neuber menjelaskan kolaborasi dengan seniman Surabaya dalam pertunjukan Ritus Negeri Celeng sejak awal bertujuan menyuguhkan pentas seni yang istimewa.
"Selain itu juga ada pesan yang disampaikan oleh karya ini dan kami mendukung pesan tersebut, bahwa kita juga perlu introspeksi sebagai manusia, bagaimana kita menghadapi lingkungan dan juga kita sebagai sesama manusia," ujarnya.
Ritus Negeri Celeng merupakan karya tari kontemporer kedua hasil kolaborasi Wisma Jerman dengan seniman Surabaya.
"Kami upayakan terus berkelanjutan yang diharapkan dapat menularkan pengaruh seni kontemporer Eropa, khususnya dalam mengeksplorasi karya-karya kesenian tradisional lokal di Jawa Timur," ucapnya.
