DPRD Desak Wali Kota Malang Revisi Perwal
Minggu, 15 Juli 2012 10:42 WIB
Malang - Anggota DPRD Kota Malang mendesak wali kota setempat Peni Suparto segera merevisi Peraturan Wali Kota (Perwal) Nomor 18 Tahun 2012 tentang penertiban tempat hiburan selama bulan Ramadhan.
Ketua Fraksi Demokrat DPRD KOta Malang Idra Tjahjono, Minggu, menegaskan, wali kota harus segera merevisi Perwal tersebut demi menghormati umat Muslim, apalagi tahun lalu seluruh tempat hiburan termasuk karaoke juga tutup total.
"Kenapa tahun ini peraturannya kok lebih longgar dan tempat karaoke di luar fasilitas hotel kok boleh beroperasi. Kalau alasan keadilan secara ekonomi kan tidak amsuk akal, wong tahun-tahun sebelumnya juga tutup total," tandasnya.
Menurut dia, tempat karaoke atau tempat hiburan lainnya sudah mengeruk keuntungan cukup besar selama beroperasi 11 bulan penuh, sebab setiap hari selalu ramai pengunjung. Sehingga, bukan alasan mendasar kalau diperbolehkan buka karena alasan keadilan ekonomi.
Sebelumnya Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) menyatakan persetujuannya dengan Perwal Nomor 18 Tahun 2012 tersebut. Namun, persetujuan yang diberikan FKUB tersebut ditolak oleh fraksi-fraksi yang ada di DPRD kota itu.
Selain Fraksi Demokrat, beberapa fraksi yang mendesak revisi Perwal itu adalah Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB), FPAN, FPKS, dan Fraksi Gerakan Nurani Damai. Satu-satunya fraksi yang belum mengambil sikap adalah PDIP.
Anggota Komisi D DPRD dari FKB Sutiaji menegaskan, jika pemkot tetap memaksakan diri dengan tidak merevisi Perwal, maka pihaknya akan menggalang kekuatan untuk mengajukan hak interpelasi guna meminta penjelasan wali kota terkait alasan detail yang membolehkan tempat hiburan tetap operasional selama Ramadhan.
"Kalau wali kota tetap memaksakan kehendaknya, berarti melawan arus, sebab hampir semua fraksi menolak Perwal tersebut. Oleh karena itu, kami akan mengajukan interpelasi," tegasnya.
Menanggapi desakan revisi Perwal tersebut, Wali Kota Malang Peni Suparto mengatakan, dirinya akan mengkaji ulang jika para wakil rakyat itu memang menolak.
"Pertimbangan kami hanya masalah ekonomi saja, sebab pengusaha akan kehilangan pendapatan, padahal mereka harus tetap mengeluarkan biaya untuk gaji karyawan, bahkan tukang parkir pun akan kehilangan pendapatan," katanya.(*)