APTI Kerja Sama Perkebunan Berdayakan Petani Tembakau
Kamis, 12 Juli 2012 9:24 WIB
Bondowoso - Asosiasi Petani Tembakau Indonesia bekerja sama dengan dinas perkebunan di berbagai daerah terus memberdayakan petani tembakau, antara lain memanfaatkan dana bagi hasil cukai hasil tembakau.
"Dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) ini bisa dimanfaatkan untuk membantu kelompok-kelompok petani lewat pengadaan traktor tangan, mesin alat perajang, bantuan bibit dan pupuk," kata Sekjen APTI Mohammad Sinol di Bondowoso, Jatim, Kamis.
Ia menjelaskan bahwa lewat bantuan semacam itu, biaya petani bisa ditekan seminimal mungkin dalam setiap hektarenya. Apalagi dengan adanya mesin perajang yang dalam setiap tembakau satu hektare hanya dikerjakan sekitar dua jam.
"Kalau dirajang secara manual, biasanya memakan waktu berjam-jam," kata pria asal Madura ini.
Ia mengemukakan bahwa selain bantuan lewat DBHCHT itu, pihaknya juga terus mendorong kemitraan petani dengan produsen rokok yang dalam beberapa tahun terakhir sudah dirasakan manfaatnya oleh petani.
"Dalam pola kemitraan itu, produsen rokok biasanya membantu berbagai keperluan petani sekaligus memantau tanaman mereka sampai panen agar hasilnya sesuai dengan keinginan produsen rokok. Dengan demikian petani tidak rugi karena hasil tanaman mereka pasti terbeli," ucapnya.
Untuk proses jual beli, APTI, kata Sinol, juga memantau di para pembeli agar petani tidak dirugikan. Biasanya praktik pembelian tembakau yang kemudian merugikan petani adalah pengambilan contoh tembakau rajangan yang berlebihan.
"Pembeli biasanya mengambil contoh tembakau sampai empat kilogram. Contoh itu kemudian diambil oleh pembeli dan tidak dimasukkan dalam timbangan. Padahal untuk apa mengambil contoh banyak seperti itu? Untuk memeriksa kualitas tembakau kan cukup satu genggam," tukasnya.
Di sejumlah daerah, katanya, jika ada pembeli yang tetap mengambil contoh tembakau dalam jumlah banyak, APTI bisa bertindak dengan menyetop pembelian dan dilakukan pembicaraan dengan pembeli.
"APTI terus memantau praktik seperti ini karena ujung-ujungnya petani yang dirugikan," ujar Sinol, menegaskan.(*)