Surabaya (ANTARA) - Aktivis lingkungan mengungkap bahaya sampah plastik dari bekas produk kemasan kecil atau saset karena sulit didaur ulang.
Koordinator Program Sensus Sampah Plastik Badan Riset Urusan Sungai Nusantara (BRUIN) Kholid Basyaiban menyebut sampah plastik dari bekas produk air minum dalam kemasan (AMDK) justru lebih mudah didaur ulang.
"Kalau bekas produk kemasan saset tergolong sebagai sampah residu yang sulit didaur ulang. Sedangkan sampah bekas produk AMDK bernilai ekonomi karena mudah didaur ulang," katanya melalui keterangan tertulis yang diterima di Surabaya, Senin.
Kholid menjelaskan sampah plastik dari kemasan saset berasal dari kebutuhan rumah tangga, seperti sabun cuci pakaian dan cuci piring serta dari kemasan makanan.
"Banyak masyarakat menggunakan produk kemasan saset karena harganya sangat terjangkau," ucapnya.
Dalam kesempatan itu, Kholid menyinggung Gubernur Bali I Wayan Koster yang belum melarang produksi dan distribusi kemasan saset dalam Surat Edaran (SE) Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah.
"Gubernur Koster malah menerbitkan SE yang dengan tegas melarang produk AMDK berukuran di bawah satu liter yang jelas-jelas memiliki nilai ekonomi dan mudah didaur ulang," ujarnya.
Kholid menilai, jika produk kemasan saset tidak turut ditertibkan, maka potensi tumpukan sampah plastik tetap menjadi masalah.
Senada, Koordinator Audit Merek Ecoton Alaika Rahmatullah menyatakan keresahannya terhadap sampah plastik bekas produk kemasan saset dari rumah tangga.
"Para produsen besar yang menggunakan kemasan saset memperlihatkan sebuah paradoks yang menggelisahkan. Tidak hanya melihat jumlahnya, tetapi tentang bagaimana tanggung jawab produsen terhadap dampak lingkungan dari kegiatan bisnis mereka,” katanya.
Aktivis lingkungan ungkap bahaya sampah plastik kemasan saset
Senin, 21 April 2025 20:57 WIB

Aktivis BRUIN berpose di sela aktivitas penelitian terkait bahaya sampah plastik. ANTARA/Dok Pribadi
Banyak masyarakat menggunakan produk kemasan saset karena harganya sangat terjangkau