Jakarta - Tim ekspedisi '7 Summits' 2010-2012 merasakan langsung dampak pemanasan global dalam perjalanannya selama dua tahun mendaki puncak-puncak tertinggi dunia. "Akibat dari pemanasan global itu, telah memberikan efek tidak menguntungkan bagi manusia," kata Ketua Harian Tim '7 Summits Expedition' 2010-2012, Yoppi Rikson Saragih, dalam acara penyambutan mereka di Jakarta, Jumat malam. Dikatakannya, kondisi pemanasan global itulah yang ingin nereja sampaikan kepada masyarakat. "Yakni, telah terjadi pemanasan global yang mengakibatkan terjadinya perubahan cuaca, dan perubahan cuaca menyebabkan perubahan iklim. Ini tidak menguntungkan bagi kita (manusia)," ujarnya. Dijelaskan, tim yang mengawali perjalannya dengan mendaki puncak tertinggi di Indonesia, Cartenz Pyramid, pada Maret 2010 tersebut, merasakan langsung pengaruh pemanasan global secara signifikan atas perjalanan mereka. "Di Denali, es menjadi lebih lunak karena lebih tipis serta beberapa puncak yang tadinya ada es, sekarang tidak ada es lagi di sana," ungkapnya. Yoppi Saragih mengatakan, penyusutan es juga mereka jumpai ketika mendaki Kilimanjaro (5.892 mdpl). "Para pendaki dalam pendakian di puncak tertinggi di Benua Afrika tersebut dihadapkan dengan kondisi yang lebih panas dan lebih terik dari biasanya," tuturnya. Sejumlah tempat yang mereka kunjungi, menurutnya, juga mengalami anomali cuaca. "Itu semua kemungkinan disebabkan oleh perubahan iklim," katanya lagi. Yoppi memaparkan, selama beberapa tahun terakhir, tidak pernah terjadi hujan es di Lukla. "Ini merupakan kota terakhir yang bisa didarati pesawat sebelum orang melakukan pendakian ke Everest," ungkapnya. Akibat terjadi perubahan suhu, lanjutnya, orang yang seharusnya bisa menanam kentang, karena hujan es dan cuaca dingin, tanamannya tidak tumbuh. Keluhan dari masyarakat lokal juga mereka jumpai dalam ekspedisi di Cartenz Pyramid, Papua, Indonesia. "Di Cartenz, orang sekitar sana mengeluh karena cuaca sudah tidak jelas dan es menyusut dengan sangat drastis. Itu mengganggu musim tanam dan musim berburu masyarakat di sana," ujarnya. Selain itu, demikian Yoppi, pemanasan global juga bisa membahayakan para pendaki, karena menyebabkan tidak stabilnya tutupan es di puncak-puncak tinggi dunia. Salah satu pendaki tim '7 Summit Expedition' 2010-2012, Iwan Irawan juga menjadi saksi perubahan nyata akibat pemanasan global. "Paling jelas terlihat dari perubahan suhu, yang ketika panas bisa menjadi sangat panas sekali dan perubahan cuaca di sana sangat drastis," kata Iwan yang mencapai puncak Everest melalui jalur utara (Tibet-China). Iwan juga mendapat kabar dari pendaki senior yang mendaki melalui jalur selatan (Nepal). "Mereka menuturkan, runtuhan batu dan es yang jarang terjadi menimpa di jalur selatan karena 'Khumbu ice pool' tidak stabil, sehingga tidak jarang memakan korban," tuturnya. Karena itu, mereka ingin mengkampanyekan apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi pemanasan global selama ini. "Apa yang kami alami di puncak-puncak tersebut adalah sebagai bukti apa yang telah berubah di sana untuk disampaikan ke masyarakat," katanya. Iwan merupakan salah satu pendaki yang berhasil mendapatkan gelar '7 summiter' setelah berhasil mendaki tujuh puncak tertinggi dunia. Tim '7 Summits Expedition' 2010-2012 berhasil mengibarkan bendera Merah Putih di puncak Everest pada 19 Mei 2012 pukul 07.49 waktu Tibet-China dan tiba di Tanah Air pada Jumat (1/6). Pendakian tersebut dilakukan oleh empat pendaki yang dibagi menjadi dua kelompok, yaitu Tim Utara dan Tim Selatan. Tim Utara, beranggotakan Nur Huda dan Iwan Irawan, didampingi 'Camp Manager' Galih Donikara. Mereka mendaki dari arah Tibet-China. Sedangkan Tim Selatan, beranggotakan Ardhesir Yaftebi dan Fajri Al Luthfi, didampingi 'Camp Manager' Hendricus Mutter. Mereka belum berhasil mencapai puncak dari arah Nepal. Sebelumnya, para pendaki dari Wanadri tersebut telah mendaki enam puncak gunung tertinggi dunia, antara lain Puncak Ndugu-Ndugu atau Cartenz Pyramid (4.884 mdpl) di Papua, Indonesia, dan Puncak Kilimanjaro (5.895 mdpl) di Tanzania. Selain itu, Puncak Elbrus (5.624 mdpl) di Rusia, Puncak Aconcagua (6.692 mdpl) di Argentina, Puncak Denali (McKinley) (6.194 mdpl) di Amerika Utara dan Vinson Massif (4.897 mdpl) di Antartika.(*)
Berita Terkait

Toyota Indonesia nilai generasi muda penggerak kepedulian lingkungan
15 Juli 2025 15:05

ANTARA Foto gelar edisi perdana Diskusi Taman Langit
12 Juli 2025 16:00

Belajar jurnalistik, mahasiswa UPN Veteran kunjungi LKBN ANTARA Jatim
10 Juli 2025 16:15

Menkeu sebut rasio utang Indonesia terendah di antara anggota G20
4 Juli 2025 12:50

Komisi VII DPR rapat dengan TVRI, RRI dan ANTARA bahas program kerja
3 Juli 2025 16:58

Anggota DPR RI jadi pembicara kunci ANTARA "goes to campus"
2 Juli 2025 10:43

ANTARA beri pelatihan jurnalistik di Universitas Muhammadiyah Sukabumi
30 Juni 2025 14:54