Jombang (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat Abdul Muhaimin Iskandar menyebut keteladanan ayahandanya K.H. Muhammad Iskandar tidak akan terhapus.
Hal tersebut diungkapkan saat menghadiri haul ayahanda, K.H. Muhammad Iskandar ke-33 yang dirangkai dengan haul pendiri Nahdlatul Ulama serta pendiri Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar, Kabupaten Jombang, di Jombang, Jawa Timur.
"Haul dan silaturahim serta reuni pada hari ini memperpanjang umur kita, memperluas rezeki kita semua, memperkokoh batin dan kesehatan kita semua, serta membawa kebahagiaan dan kesejahteraan hidup mulia di dunia maupun di akhirat," kata Gus Imin, sapaan akrab Abdul Muhaimin Iskandar dalam keterangannya di Jombang, Selasa.
Gus Imin mengungkapkan ayahandanya sudah wafat 33 tahun yang lalu. Namun, dirinya terus mengenang setiap pesan serta keteladanan Kiai Iskandar.
"Sudah 33 tahun ayah saya, K.H. Muhammad Iskandar wafat. Tapi keteladanan beliau dalam mendidik saya, keluarga dan para santri tentu tidak akan pernah terhapus," ujarnya.
Ia pun mengatakan, ayahnya tersebut selalu mengingatkan untuk peduli pada orang lain.
"Beliau selalu mengingatkan saya untuk peduli dan memperhatikan orang lain, dimanapun dan kapanpun," kata dia.
Gus Imin juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh tamu yang hadir dalam haul tersebut serta doa yang dipanjatkan.
"Atas nama keluarga, saya mengucapkan ribuan terimakasih atas kerawuhan panjenengan sedoyo, khususnya para kiai, para ibu nyai yang berkenan meluangkan waktu hari ini sekaligus dalam rangka haul seluruh pendiri Nahdlatul Ulama dan pendiri Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif," kata dia.
Ia berharap kehadiran mereka mendapat berkah dan pahala dari Yang Maha Kuasa.
"Kehadiran panjenengan sedoyo insyaallah akan dibalas dengan pahala sebanyak-banyaknya," kata Gus Imin.
Kegiatan tersebut berlangsung di area Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar, Kabupaten Jombang. Acara juga dihadiri oleh keluarga serta tamu undangan lainnya.
Acara tersebut juga berlangsung dengan khusyuk mulai dari awal hingga akhir.
Haul K.H. Muhammad Iskandar ke-33 tersebut juga dirangkai dengan Haul pendiri Nahdlatul Ulama serta pendiri Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar, K.H. M. Bishri Syansuri ke-46, Nyai Hj. Nur Khodijah Hasbullah ke-72 di Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar, Jombang.
K.H Bisri Syansuri juga merupakan salah satu pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Ia juga mendirikan mendirikan pondok tersebut pada tahun 1917.
Selain K.H. Bisri Syansuri, istri beliau, yakni Nyai Nur Khodijah, juga berperan penting dalam perjuangan untuk mendapatkan pendidikan yang layak bagi perempuan. Beliau merupakan pendiri pondok pesantren putri pertama di Indonesia.
Langkah pendirian pesantren putri tersebut dinilai tidak biasa di kalangan ulama Indonesia saat itu. Namun, hal tersebut juga tetap dipantau oleh sang guru, Hadratussyekh KH M Hasyim Asy’ari.
Diketahui, saat itu Mbah Hasyim tidak melarang. Beliau juga tidak merasa keberatan dari apa yang dilakukan muridnya tersebut.
Upaya Mbah Bisri dalam mendirikan pesantren putri juga dinilai langkah tepat sebagai ulama fiqih yang melahirkan terobosan penting demi kemajuan pendidikan kaum perempuan.
Ijtihad kreatif tersebut dilanjutkan oleh putri Kiai Bisri, Nyai Musyarofah yang diperistri Kiai Abdul Fattah, Tambakbesar, Jombang, dengan mendirikan pesantren putri di Tambakberas pada tahun 1951.