BPBD Bojonegoro Usul Pembangunan Prasarana Penanggulangan Bencana
Minggu, 22 April 2012 10:45 WIB
Bojonegoro - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bojonegoro, Jatim, mengusulkan pembangunan prasarana dan sarana penanggulangan bencana yang disampaikan, melalui rapat koordinasi (rakor) dengan BPBD Provinsi Jatim, di Surabaya.
"Kami mengusulkan ada percepatan pembangunan berbagai prasarana dan sarana penanggulangan bencana, terutama bencana banjir Bengawan Solo, melalui rakor di Surabaya, Senin (16/4)," kata Kasi Kesiapsiagaan BPBD Bojonegoro, Sutardjo, Minggu.
Ia menjelaskan, berbagai bencana mulai banjir Bengawan Solo, banjir bandang, tanah longsor, juga bencana yang lainnya, masih saja terjadi dengan intensitas yang semakin meningkat.
"Misalnya, pembangunan gedung pengungsi korban banjir Bengawan Solo di Desa Trucuk, Kecamatan Trucuk, mendesak direalisasikan," katanya.
Alasannya, lanjutnya, pemkab sudah menyediakan tanah seluas 1,8 hektare yang akan dimanfaatkan untuk lokasi gedung pengungsi. Sesuai kesepakatan awal, dalam merealisasikan pembangunan gedung pengungsi itu, biaya pembangunan gedung menjadi tanggung jawab Balai Besar Bengawan Solo di Solo, Jateng.
"Selain itu, pemilik wilayah Bengawan Solo di bawah kendali Balai Besar Bengawan Solo di Solo, Jateng," kata Kepala BPBD Bojonegoro, Kasiyanto, menambahkan.
Menurut dia, pihaknya juga mengusulkan perbaikan kerusakan tebing Bengawan Solo di wilayahnya, sebab di sejumlah lokasi sudah mulai mengancam pemukiman warga. Ia menyebutkan, tebing Bengawan Solo di Desa Padang, Kecamatan Trucuk, yang longsor, mulai mengancam sedikitnya 18 rumah warga.
Selain itu, lanjutnya, juga tebing Bengawan Solo di Kelurahan Banjarjo, Kecamatan Kota, yang longsor sepanjang 50 meter, yang mengakibatkan sebuah rumah warga, pos keamanan dan sebuah garasi, longsor, juga mulai mengancam pemukiman warga.
"Kalau tebing Bengawan Solo tersebut tidak diperbaiki akan banyak rumah warga yang longsor. Yang jelas, dalam empat tahun terakhir berbagai bencana yang terjadi di daerah kami selalu menimbulkan kerugian materi dan jiwa," katanya.
Pada tahun 2009, telah terjadi 40 kali bencana, antara lain, banjir Bengawan Solo satu kali, banjir bandang tiga kali, angin kencang tiga kali, kebakaran empat kali dan kegagalan industri dua kali, juga bencana lainnya, dengan total kerugian mencapai Rp268 miliar lebih.
Pada tahun 2010, terjadi 154 kali bencana, antara lain, banjir Bengawan Solo 16 kali, banjir bandang 31 kali, tanah longsor 28 kali, angin kencang 27 kali, kebakaran 23 kali, kegagalan indsutri dua kali, dengan kerugian mencapai Rp27 miliar lebih.
Sementara itu, lanjutnya, pada 2011, terjadi 190 kali bencana, antara lain, banjir Bengawan Solo tiga kali, banjir bandang 14 kali, tanah longsor 24 ali, angin kencang 33 kali, kebakaran 37 kali, kekeringan, juga bencana lainnya, dengan total kerugian mencapai Rp53 miliar lebih.
Meski belum rampung, menurut Sutardjo, sejak Januari hingga April 2012, telah terjadi 80 kali bencana, di antaranya banjir Bengawan Solo dua kali, banjir bandang 14 kali, tanah longsor 19 kali, angin kencang 21 kali, kebakaran enam kali, juga bencana lainnya, dengan total kerugian Rp12 miliar lebih.
"Dalam kejadian bencana selalu terjadi korban jiwa, tapi pada 2012 tidak ada korban jiwa akibat bencana," katanya, menjelaskan. (*)